Horison Anak Udik

| Senin, 07 Juni 2021 | 08.07 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Saudaraku, aku terlahir di sebuah dusun terkucil, ujung selatan Sukabumi, yg tak tampak pd peta manual. Kepungan perbukitan, terjal jalanan, menyulitkan mobilitas; membuat kehidupan desa kami terpencil. 


Dlm keterpencilan spasial, yg bisa membawa kesempitan mental, pemahaman atas kehidupan dan perkembangan dunia hanya bisa diterobos oleh ketersediaan bahan pustaka. Dunia kepustakaan inilah teropong kecil yg dpt membantu pengembaraan anak dusun menembus batas ruang dan waktu.

Terima kasih tak terhingga pd orang tua, guru kemanusiaan pertama dlm kehidupanku. Merekalah yg mengajariku baca-tulis; memperkenalkan dunia luas lewat kalam; menjadikan rumahnya “gudang buku” dan mengajak anak-anaknya giliran membacakan ragam pustaka saat makan bersama.

Literasi memberi prakondisi mental utk bersedia menerima hal-hal baru; menerobos dinding ketertutupan primordial dgn membuka diri thd perbedaan, mengubah keyakinan lama dan berempati pd yg lain berkat keluasan horison pemahaman.

Demikianlah, buku membawa pengembaraan seorg anak udik-terpencil dgn mentalitas terkepung, yg memandang kelainan sbg ancaman, menjadi seorg dgn mentalitas (relatif) terbuka;  bisa melintasi sekat-sekat perbedaan, dan memandang keberlainan sebagai anugerah.

Keluasan horizon kehidupan yg diperkenalkan pustaka membuka kemungkinkan pergaulan lintas kultural. Dari pergaulan lintas kultural bisa dipetik pembelajaran, bahwa kebaikan itu bukan monopoli suatu golongan. Begitu pun keburukan, tak bisa ditudingkan ke arah golongan yg lain. Setiap komunitas memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Tugas kepahlawanan adlah merajut kemanusiaan dan kebangsaan dgn mengawinkan elemen-elemen positif dari setiap komunitas lewat proses penyerbukan silang budaya.

Dari perjalananku jelajahi negeri, saksikan Indonesia dr jarak dekat dgn bau keringat dan kaki rakyat, jelas terlihat bahwa Indonesia bangsa kuat, meski belum jua menemukan bentuk tata negara dan kepemimpinan politik yg selaras dgn realitas bangsanya. Kuatnya ikatan rasa kebangsaan ini tak hanya andalkan pasak (kekuatan) besar, ttp juga oleh rajutan serat tipis ragam inisiatif warga sukarela utk bersatu dan berbagi.

Oleh: Yudi Latif

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI