Arogansi Pengetahuan Demi Politik Tanpa Etika

| Senin, 27 September 2021 | 11.48 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Memprihatinkan sekali dinamika politik saat ini, sikap menghalalkan segala cara ditunjukan tanpa tedeng aling-aling (tanpa rasa malu) demi menuruti nafsu Politiknya, pengetahuanpun ditaruhkan dengan segalamacam arogansinya, suara sumbangpun didengungkan demi menuruti nafsu politik, kalimat yang sumbang keluar dari mulutnya bah kaum sofis yang menunjukan dirinya seolah-olah paling bijak dan bener, dengan segala macam retorikanya memandang orang diluar dirinya salah.

 
Arogansi pengetahuan dan kesombong keluar dari mulut dan menghujam kebenaran politik tanpa ada moral dan etikanya, arogansi pengetahuan dan politika tak beretika telah mengobrak-abrik ketata negaraan dan prinsip kehidupan yang beradab.
 
Henry J. Scmand mengatakan bila politik tidak berkorelasi pada sifat moral yang baik maka sesungguhnya mereka adalah amoralisme atau tidak ada bedahnya dengan binatang yang berpolitik  (a political animal). Selain itu juga Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa manusia sebagai zoon politikon harus memiliki etika, moralitas, dedikasi dan kejujuran agar bersikap adil dan bijaksana serta menjadi tauladan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat umum (mayoritas).
 
Pandangan Henry diatas berbeda dengan pandangan Niccolo Machiavelli sebagai pemikir politik di abad pertengahan, gagasan-gagasan politik  beliau terkesan licik dan opertunis, landasan berpikir Machiavelli terdiri dari pemikiran realis, pragmatis dan individualis. Dengan teori yang begitu terkenal yaitu “politics has no relation to moral” beliau mengatakan bahwa politik secara realis tidak memiliki hubungan dengan moral, karena menurut beliau yang utama dari proses politik adalah merealisasikan kepentingan politik itu sendiri. sehingga bagi Machiavelli etika dan moral adalah penghalang atas terwujudnya kepentingan politik, sehingga wajar bagi beliau posisi etika dan moral dikesampingkan.
 
selain teori diatas Machiavelli juga membangun pondasi gagasan politknya dengan teori “Its better to be feared than loved, if you can not be both” lebih baik ditakuti dari pada dicintai, jika tidak bisa dua-duanya. Teori ini menjustifikasi teori yang diatas bahwa sebagai politikus harus bisa mengaktualisasi sebagai seorang politik yang ditakuti agar apa yang menjadi kepentinganya bisa tercapai.
 
Dinamika politik hari ini sangat merepresentasikan ide machiavelli, sifat licik yang tak beretika kini memenuhi ruang publik dan menyesakan iklim demokrasi kita, teori-teori licik machiavelli tanpa etika dan moral selalu hadir untuk mendegradasi sistem demokrasi kita yang dibangun dengan perjuangan penuh darah dan nyawa. sifat arogansi pengetahuan dan politik tak bermoral muncul tanpa alasan yang berarti, semua muncul hanya demi kepentingan dan seonggok kekuasaan.
 
Kini corak- corak pemikiran Machiavelli banyak dijadikan refrensi bagi para politikus yang opertunis dan para komperador pragmatis, bagi mereka moral dan etika serta kejujuran merupakan penghalang nafsu politiknya. Syiasah yang licik bagi mereka merupakan candu yang bersemayam dalam dirinya demi target nafsu-nafsu pribadi dan kelompoknya.
 
Mereka tidak berpikir bahwa pemikiran Machiavelli sebetulnya bertentangan dengan tabiat manusia untuk hidup adil, sejahtra dan merdeka, bahwa kemudiam ada sifat politik yang tak beretika dan opertunis maka akan dijawab dengan perlawanan. Dan perlu juga diingat bahwa setiap manusia memiliki kemerdekaan intelektual dan kemerdekaan spritual, dimana instrumen tersebut adalah insting manusia untuk merdeka. maka menjadi sulit bagi manusia untuk takut begitu saja pada sesuatu diluar dirinya. jika manusia tetap dipaksakan untuk takut pada politikus yang tak bermoral, maka yang terjadi adalah backfire bagi politikus yang tak bermoral itu sendiri.
 
Bahwa sesungguhnya kami sebagai anak bangsa ingin kehidupan berbangsa ini lebih beradab dan bermoral dengan etika-etika publik yang seduai nilai luhur bangsa kita, kita menyadari bahwa diatas politik adalah kemanusian, kemanusian yang adil dan beradab. Cukup picik sekali bila bangsa sebesar ini hanya diwarnai dengan sikap yang arogan dan politik yang tidak etis demi orentasi nafsu politik.
 
Semoga Bangsa kita kembali menjadi Bangsa yang beradab, bangsa menjujung tinggi nilai-nilai luhur bangsa ini. Nilai moral yang tinggi, nilai kejujuran, keadilan dan bertangung jawab demi memperjuangkan kesejahteraan rakyat, keadilan untuk rakyat, mengentaskan kemiskinan dan masalah-masalah bangsa  yang harus diselesaikan.

Oleh: Qomaruddin SE. M. Kesos

Pengurus Kabiro Pembangunan Desa Tertingan Dep V. DPP PD


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI