Api Muda

| Rabu, 27 Oktober 2021 | 01.28 WIB

Bagikan:

 

Bernasindonesia.com - Saudaraku, Sumpah Pemuda itu adlah tekad. Tekad dr kaum muda yg progresif. Pendefinisi utama pemuda itu bukanlah usia, melainkan situasi mental kejiwaan (state of mind). 

Menulis di majalah Bintang Hindia Nomor 14 (1905: 159), Abdul Rivai mendefinisikan ”kaum muda” sbg rakyat Hindia (yg muda atau tua) yg tdk lagi bersedia mengikuti aturan kuno, ttp berkehendak utk memuliakan harga diri bangsanya melalui pengetahuan dan gagasan kemajuan.

Dlm ungkapan Samuel Ullman, ”Pemuda bukanlah persoalan lutut yg lentur, bibir merah, dan pipi berona kemerahan; melainkan masalah tekad, kualitas imajinasi, kekuatan emosi; kesegaran musim semi kehidupan.”

Sumpah Pemuda itu adlah komitmen. Komitmen utk scr sungguh2 memperjuangkan gagasan demi kebaikan hidup kebangsaan. Penanda penting yg mewarnai Kerapatan Besar Pemuda Indonesia (KBPI) II, 28 Oktober 1928, adlah penggunaan bhs Melayu-Indonesia sbg bhs kongres. Suatu trajektori baru dlm kesadaran nasional, ditandai oleh penarikan batas antara dunia penjajah dan terjajah lewat tanda perbedaan bahasa.

Akan ttp, pemancangan tanda baru ini bukanlah perkara mudah. Bagi pemuda-pelajar terdidik dlm persekolahan bergaya Eropa, penggunaan bhs Indonesia membawa kesulitan yg serius: menimbulkan kegagapan bg pembicara dan kebingungan bg pendengar. Sebagian peserta yg mencoba berbhs Indonesia gagal dan terpaksa menggunakan bhs Belanda.

Salah seorg yg gagal itu adlah Siti Soendari, perwakilan Poetri Indonesia. Namun, komitmen kebangsaan membangkitkan tekad utk menaklukkan segala kesulitan. Hanya selang dua bulan sejak peristiwa itu, Siti Soendari scr heroik sanggup berpidato dlm bhs Indonesia pd Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta, 22-25 Desember 1928.

Sumpah Pemuda itu adlah keluasan. Keluasan horizon imajinasi kebangsaan yg mengatasi kesempitan primordialisme agama, kesukuan dan kedaerahan. Segala kesempitan dan keragaman dipersatukan ke dlm samudera keindonesiaan dgn ikrar yg mengakui tumpah darah satu, bangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan. 

Oleh: Yudi Latif


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI