Dinamika Perdebatan Antara Filsafat dan Sains

| Selasa, 23 November 2021 | 09.09 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Akhir-akhir ini polemik antara filsafat dan sains mencuat dipermukaan disaat pengetahuan kritis seperti ini lama tertidur lelap karena realitas sosial terkooptasi dengan politik sentimen, diskursus filsafat dan sains seakan menjadi oasis digurun padang pasir yang luas. politik sentimen yang tumbuh subur selama priode ini, kini tersiram dengan kesejukan diskusi oleh para intelektual tentang pernyataan bang hamid bhasyaib (HB) dan bang  Lhutfi Assyaukanie (LA) tentang “philosophy is dead”, filsafat telah wafat. Pernyataan atau tesis ini cukup sukses untuk membangkitkan pengetahuan para filusuf, intelektual, dan ilmuan agar aktif dan hadir dalam perbincangan ini. Aduh argumenpun tidak terelakkan untuk menghiasi wall dan branda di media sosial, berbagai akun di media sosialpun ikut memperbincangkan polemik pengetahuan tentang filsafat dan sains.

 
Bagi para filusuf, pernyataan HB dan AL dinilai terlalu menohok para penganut filsafat, filsafat sebagai pencita kebijaksanaan tidak cukup terima dengan tuduhan filsafat sudah mati, karena bagaimanapun menurut penganut filsafat, filsafat banyak menciptakan para pemikir yang rasional, kritis, radik dan komferhensip. Selain itu banyak ilmuan dan saintic juga muncul dari latar belakang filsafat. Seperti Thomas kuhn, Carl sagan dan Stephen hawking.
 
Mustahil filsafat dikatakan mati disaat yang sama  jurusan filsafat dan kajian filsafat banyak diminati  dan pengikut filsafat tumbuh dan berkembang, hipotesisnya jelas berapa viewer yang mengikuti kajian fahrudin faiz, Martin Suryajaya, rocky gerung dan lainya di chanel yuotubenya. Tapi persoalaan subtansinya tentunya tidak disitu, pertanyaannya apakah mampuh para penganut filsafat menjawab tesis yang dilontarkan HB dan AL dipublik. Atau tesis yang dipaparkan oleh bang HB dan AL sudah memenuhi sebab-sebab sebagai kebenaran baru, atau hanya sekedar argumen bahwa “filsafat sendiri tidak memiliki cukup kemampuan dalam menjawab realitas yang relatif cepat untuk berubah”. Ini sebetulnya Tantangan bagi para penganut filsafat, agar tugas filsafat tidak hanya mereplay pemikiran dan gagasan-gagasan tokoh sebelumya aja.
 
Pada dasarnya upaya-upaya untuk mengkaji filsafat sains sebetulnya sudah mulai berkembang saat Martin haiddeger juga membuat buku yang berjudul the and of fhilosophy. misalnya Muncul Thomas kuhn, Carl Sagan. Stephen hawking. Tema-tema yang diangkat oleh para filsuf tersebut fokus pada sains khususnya bicara tentang kosmologi. Begitu juga di negeri ini  banyak filusuf berbicara tentang Sains dan filsafat seperti bang Armahedi Mahzar membuat buku tentang “merumuskan paradigma sains dan teknologi islam" dan bang Husen Hariyanto bukunya juga berbicara sains “Paradigma Holistik; dialog filsafat, sains dan kehidupan.
 
Sadari duluh bahwa filsafat merupakan displin ilmu yang banyak menghantarkan para pemikir filsafat (filusuf) menjadi saintic, budayawan, sejarawan, astronomi, sosiolog, dan lainya. Munculnya pengetahuan pengetahuan baru dan pada saatnya memposisikan dirinya sebagai pengetahuan yang berfokus pada satu bidang pengetahuan tidak luput dari peran filsafat. Filsafat lah yang membangkitkan pengetahuan tersebut menjadi satu bidang pengetahuan yang fokus pada bidangnya sampai pada titik perkembangan yang sempurnah (sains).
 
Pembelaan pada sains oleh HB dan LA yang begitu indah dengan subyektifitasnya, bahwa sains lebih bisa menjawab tentang perkembangan realitas dibanding filsafat, bahkan filsafat dikatakan sudah bangkrut (sudah mati bangkrut lagi), AL menyematkan label  filsafat sudah bangkrut karena filsafat hanya menjawab masalah-masalah yang tak penting, pertanyaan-pertanyaan yang tidak jelas, seperti halnya agama (katanya). Kalau bigitu agama mestinya juga sudah mati, padahal realitasnya disaat sains mengalami puncak kejayaan (seperti sekarang), para ilmuan makin kuat agamanya, religiusnya semakin tumbuh dan dan masif, Penganut agama juga semakin bertambah dan berkembang.
 
Kembali pada pernyataan bang AL dan HB yang mengatakan bahwa filsafat hanya menghamba pada agama, hal itu dituduhkan pada filsafat dengan dalil filsafat hanya berkutat pada pertanyaan metafisik, seperti munculnya filsafat pantaisme, filsafat perennial, filsafat paripatetik, filsafat iluminasi dan lainya. Disaat AL mengatakan filsafat mati tidak berkembang disaat yang sama AL menyebutkan perkembangan filsafat dengan berbagai farian aliranya (confused).
 
Bang HB juga mengatakan bahwa filsafat hanya pikiran sepekualatif dari para filusuf, dan pengetahuan yang dihasilkan oleh filsafat hanya sebuah karangan sepekulatif karena semua bisa dipatahkan oleh sains (katanya), padahal disaat yang sama sains yg  begituh cangih dan mutakhir juga tidak mampu membuktikan tentang keberadaan jiwa, nyawa, eskatologi, apalagi bicara penciptaan dan ketuhanan…..Hal hal tersebut hanya filsafat dan agama yang mampu menyentuh dan mendefinisakannya, sains tak cukup untuk mengkonsep apalagi membuktikan.
 
Lalu gara-gara filsafat tidak mampu membuktikan satuan terkecil dari materi atau nano-materi, atau jarak dan bentuk yang ada di kosmos, HB dan AL lalu menjustifikasi bahwa filsafat sudah wafat, dan tuduhan wafat itu dilontarkan secara serius pada filsafat karena diangap filsafat tidak mampuh membuktikan secara detail layaknya sains. Selain itu filsafat juga dianggap sudah almarhum karena apa yang filsafat bahas, seperi apa itu jiwa, ruh, metafisik, eskatologi, tidak bisa dibuktikan secara empirik oleh filsafaat, padahal disaat yang sama sains juga tidak mampu membuktikanya, lalu memberikan tuduhan pada filsafat sudah mati, kan argumenya menjadi fallacy.
 
Tuntutan HB dan LA terhadap filsafat memang dipandang cukup berat, tapi mestinya tidak serta merta menjustifikasi bahwa filsafat itu sudah mati. Karena pembahasan metafisik dan lainya juga tetap mengalami dinamisasi begitupulah dengan pembahasan lainya..
 
Pernyataan filsafat telah mati selain karena dalil perkembangan sains mereka juga merefer pada gagasan Martin Haiddeger pada buku the and of fhilosophy, dan bernad Russell. Pakde degger mengkritik para filusuf pada era moderen karena topik pembicaraanya hanya sibuk dan berkutat pada diskusi-diskusi metafisik dan epistemologi, tapi melupakan ontologi. Padahal prinsipnya tidak akan ada metafisika dan epistomologi kalau ngak ada ontologi.
 
Ontologi yang diusung oleh haidegger adalah ontologi yang memiliki pengertian “ada” yang dapat diindra bukan “ada” yang mutlak dan bersifat transenden. Karena kesibukan para filusuf pada sesuatu yang tidak ada (not being) diluar ada, sedangkan menurut pakde degger  yang inti itu adalah ada. Disinilah pakde degger akhirnya membuat gagasan bahwa filsafat telah mati ( The end of filosophy ). Jadi peristiwa antara pakde degger pada era itu memiliki kesamaan dengan bang HB dan LA saat ini sama-sama memiliki kegelisahan terhadapa perkembangan filsafat, namun kalau ditelisik sebetulnya didalam filsafat terdapat produktifitas dan dialektika internal yang ketat atas gagasan-gagasan yang diusung filsafat itu sendiri.
 
Filsafat memang tidak fokus melakukan penyelidikan empiris seperti halnya sains. Karena filsafat memiliki tugas yang lebih mulia dibanding hanya melakukan penyelidikan yang berbasis empiris. Namun setelah dua aliran besar bertikai antara rasionalisme dan empirisme, maka dengan dialekti yang ketat itu, muncul empirisme sebgai pengetahun yang memprioritaskan kajian metodologi ilmiah tentang realitas_realitas yang bisa dijelaskan dan dibuktikan secara detail. Dari sinilah mulai muncul sains dengan segalah macam perkembanganya. artinya rentetan perkembangan pengetahuan ini muncul kuat karena peran filsafat itu sendiri.
 
Sebagai disiplin ilmu yang mengutamakan rasional, kritis, radik dan komferhensif filsafat tetap menghormati berbagai perbedaan pendapat bahkan gagasan yang menyerang filsafat sekalipun. Semoga filsafat maupun sains tetap hidup dan berkembang sebagai pengetahuan yang memiliki tugas masing-masing, dan mampuh berkembang untuk menjawab realitas yang ada.

Oleh: Qomaruddin SE., M.Kesos


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI