Tekan Risiko Kematian COVID-19, Pemerintah Bangun Interkoneksi Data Pasien Komorbid

| Selasa, 22 Februari 2022 | 07.41 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk menekan risiko kematian akibat COVID-19 bagi kelompok rentan terutama kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) dan pemilik penyakit penyerta atau komorbid.


Arahan tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, melalui konferensi video, Senin (21/02/2022).

“Dalam Ratas hari ini, Presiden meminta agar risiko kematian terhadap lansia, yang belum divaksin, dan memiliki komorbid untuk dapat ditekan semaksimal mungkin dengan penanganan yang baik,” ujar Luhut.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan meningkatkan respons perawatan kepada pasien COVID-19 yang memiliki komorbid. Pemerintah akan membangun interkoneksi antara data pada sistem BPJS Kesehatan dengan sistem NAR Kementerin Kesehatan (Kemenkes).

“Tadi malam pada rapat dengan para pakar dan rumah sakit, telah diputuskan untuk membangun cepat interkoneksi data antara BPJS Kesehatan yang memiliki data komorbid dan data penambahan kasus di NAR Kemenkes, sehingga jika ada penambahan kasus langsung terdeteksi apakah pasien tersebut komorbid atau tidak, dan respons tindakan bisa dilakukan lebih cepat lagi dan akan banyak menghindari kemungkinan kematian,” ujar Luhut.

Menko Marves mengungkapkan, berdasarkan data Kemenkes per 19 Februari dari total 2.484 pasien yang meninggal, sebanyak 73 persen belum mendapatkan vaksinasi dosis lengkap,  53 persen adalah kelompok lansia, dan 46 persen memiliki komorbid.

“Pasien komorbid tersebut rata-rata meninggal lima hari sejak masuk ke dalam rumah sakit di mana komorbid terbanyak adalah diabetes melitus. Oleh karena itu, saya ingatkan kepada teman-teman yang punya komorbid dan khususnya diabetes melitus, bila sampai kena (COVID-19) segera menuju rumah sakit, jangan tunggu sampai berlanjut,” ujarnya.

BOR Terkendali
Dalam keterangan persnya, Luhut juga menyampaikan bahwa meskipun penambahan kasus harian COVID-19 varian Omicron telah melebihi puncak varian Delta tahun lalu, angka kematian dan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) saat ini masih relatif lebih rendah.

“Perkembangan kasus Omicron di Indonesia masih terkendali. Meskipun penambahan kasus sudah melebihi tren Delta, namun kondisi rawat inap dan kematian masih jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.

Luhut menambahkan, selama sepekan terakhir, di sejumlah daerah bahkan telah memasuki tren penurunan kasus konfirmasi harian, seperti di DKI Jakarta, Banten, dan Bali.

“Tren angka hospitalisasi juga terlihat menurun di DKI Jakarta dan Bali. Hingga hari ini jumlah keterisian rawat inap di rumah sakit seluruh provinsi Jawa-Bali masih jauh di bawah keterisian varian Delta,” tuturnya.

Akan tetapi, pemerintah mewaspadai adanya peningkatan jumlah kasus COVID-19 pada tenaga kesehatan seperti perawat, tenaga penunjang, hingga manajemen rumah sakit.

“Ini mengindikasikan bahwa banyak di antara mereka yang terpapar di rumah masing-masing atau di lingkungannya. Pemerintah mewaspadai hal ini dengan kembali meminta Kementerian Kesehatan untuk melakukan pengawasan penggunaan dan pengetatan Alat Pelindung Diri (APD) serta menyiapkan fasilitas penginapan khusus untuk menghindari kontak erat dengan keluarga,” tandasnya.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI