Pakar: Pertahanan Militer Berbasis Siber Kebutuhan Mendesak

| Senin, 23 Januari 2023 | 14.50 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Pakar komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting mengungkapkan, pertahanan militer berbasis siber merupakan kebutuhan sangat penting dan mendesak bagi TNI, karena infrastruktur strategis dan layanan publik saat ini sudah menggunakan sistem informasi, teknologi dan jaringan internet. 


“Infrastuktur strategis rentan terhadap ancaman, gangguan dan serangan siber. Itulah salah satu bentuk perang yang memanfaatkan jaringan komputer dan internet,” kata Selamat Ginting di Jakarta, Senin (23/1). Ia menanggapi peresmian Gedung Siber di Mabesad oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman. 

Selamat Ginting melanjutkan, bukan hanya gedung dan peralatan saja, namun orientasi pengembangan kekuatan militer untuk menjaga kedaulatan negara, harus segera membentuk tentara dunia maya atau cyber army.

Dikemukakan, jika sebelumnya Angkatan Darat hanya memfokuskan enam korps dalam pembentukan perwira di Akademi Militer (Akmil), yakni Infanteri, Kavaleri, Armed, Arhanud, Zeni, dan Penerbad, kini wajib ditambah dua lagi, yaitu Komunikasi Elektro atau Perhubungan dan Peralatan (Meteriil Tempur). 

Jadi formasinya, lanjut Ginting, berupa satuan tempur atau manuver (Infanteri dan Kavaleri); satuan bantuan tembakan (Armed dan Arhanud), serta satuan bantuan tempur (Zeni Tempur, Penerbad, Komlek) ditambah Peralatan (Materiil Tempur). Untuk satuan bantuan administrasi, pembentukan perwiranya bisa melalui Sekolah Perwira Prajurit Karier (Sepa PK) dan tidak perlu melalui Akmil.

“Perang elektronika (pernika) adalah bagian dari perang generasi kelima dalam menjaga pertahanan dan serangan balik musuh jika terjadi peperangan cyber (cyber war). Jadi kebutuhan gedung siber dan pembentukan pasukan dunia maya (cybwer army) itu mendesak,” ujar Selamat Ginting.

Sebab, lanjutnya, ancaman terhadap keutuhan bangsa bukan hanya dalam bentuk serangan bersenjata saja, melainkan lebih kepada perang pemikiran dan pembentukan opini menggunakan media siber. 

“Jadi saatnya Angkatan Darat juga membentuk satuan pertahanan siber yang embrionya dari batalyon perhubungan atau komlek. Istilah perhubungan juga rancu, karena publik memahaminya sebagai transportasi. Padahal yang dimaksud adalah komunikasi elektro atau signal tempur,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.

Ia menjelaskan, perang siber menjadi medan perang baru yang dapat memicu ketegangan antarnegara. Perang ini memang tidak terlihat, tapi nyata adanya. Indonesia pasti seringkali harus mengatasi perang siber ini yang dilakukan, baik oleh individu suatu negara atau oleh kekuatan negara asing. Sehingga perlu memiliki kekuatan pertahanan siber yang tangguh.

“Sejumlah negara telah membentuk satuan cyber army, cyber naval, cyber air force, cyber military, cyber troops, bahkan cyber force. TNI jangan sampai ketinggalan, dan harus memperbesar Korps Komunikasi Elektro di masing-masing matra,” ujar Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.  

Apalagi, ujar Ginting, perang generasi kelima dilakukan terutama melalui aksi militer non-kinetik, seperti rekayasa sosial, misinformasi, serangan dunia maya, dan teknologi kecerdasan buatan. 

“Jadi perang generasi kelima ini sesungguhnya perang informasi dan persepsi,” pungkasnya. 
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI