Praktisi Hukum Militer Apresiasi Kehilafan KPK dalam Kasus Kabasarnas

| Rabu, 02 Agustus 2023 | 11.20 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com -Praktisi Hukum Militer Mayor TNI CHK Purn Marwan Iswandi memuji pengakuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah meminta maaf kepada TNI. Permintaan maaf ini disampaikan KPK setelah menetapkan tersangka Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi dalam kasus suap Basarnas tanpa koordinasi dengan TNI.


"Saya pun berterima kasih kepada pihak KPK dengan kesatria mengakui ada kekeliruan anggotanya dalam menangani perkara Basarnas ini," kata Iswandi kepada wartawan Selasa (1/8/2023).

Menurutnya apa yang telah dilakukan petinggi TNI mendatangi KPK sudah benar. Hal ini untuk  meluruskan dan mengklarifikasi kepada KPK bahwa anggota TNI yang bersalah memiliki aturan sendiri untuk mengadilinya.

"Apa yang dilakukan KPK sudah tepat," katanya. 

Iswandi yang juga pengacara ini menyampaikan, apabila TNI tidak mendatangi KPK untuk meluruskan akan menjadi celah bagi pengacaranya untuk membela kliennya bahwa penetapan tersangka terhadap anggota TNI itu tidak sah. Iswandi sepakat bahwa siapapun yang bersalah harus dihukum sesuai peraturan yang berlaku.

"Karena di anggap tidak sesuai dengan prosedur yang ada," katanya.

Iswandi menerangkan,dalam menyelesaikan perkara apabila diduga ada keterlibatan oknum TNI, maka ada dua mekanisme yang perlu ditempuh. Pertama secara koneksitas yang dimungkin menurut Pasal 198 Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 akan sesuai dengan ayat (2) pasal 198 tersebut di atas sudah jelaskan di katakan. 

"Penyidikan perkara pidana  sebagai mana ayat (1) di laksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari Polisi Militer, Oditur, Militer dan Penyidikan dalam lingkungan peradilan umum sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.

Berarti kata dia, berdasarkan pasal tersebut di atas mulai dari penyidikan sudah bekerja sama, sampai penuntutan dan hakim dalam persidangan nantinya. 


Mekanisme kedua dipisahkan khusus untuk anggota militer sidang di pengadilan militer tinggi. Karena seorang tersangkanya berpangkat mayor ke atas.
 
Hal ini kata dia, sebagai mana dalam Pasal  9 Undang-undang 
Nomor 31 tahun 1997 tentang peradilan militer yang berbunyi. 

"Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang, mengadili tindak pidana dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah prajurit. 

Menurut Iswandi yang juga pernah menjadi oditur militer tidak menjadi masalah kasus korupsi di Basarnas ini disidang pengadilan militer. Menurut dia, justru  pengadilan militer jauh lebih keras dan tegas. 

"Tidak ada satu pun prajurit TNI bisa bebas kalau memang terbukti di persidangan," katanya.

Bahkan pengadilan militer ada ancaman pidananya berupa pidana tambahan yaitu pemecatan dari dinas militer. Jadi kata dia masyarakat tidak perlu kawatir pengadilan militer terbuka untuk umum  persidangan.

"Di pengadilan militer juga menggunakan KUHAP,  putusannya nanti masyarakat bisa mengakses website mahkamah agung," katanya.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI