Bernasindonesia.com - Bagaimana perilaku pemilih seorang santri di masa kini, menghadapi pilpres 2024? Seberapa besar seorang kiai mempengaruhi pola perilaku politik mereka? Seberapa banyak misalnya pengurus NU bisa membujuk mereka memilih sepasang capres- cawapres?
Pertanyaan ini harus kita uji dengan data, menggunakan dua pemilu presiden. Pertama, pilpres di tahun 2004 yang sudah selesai. Datanya bisa kita lihat di KPU. Kedua, pilpres di tahun 2024 yang kini sedang berproses.
Mengapa Pilpres 2004 kita pilih? Karena di momen tersebut, ketua umum PBNU itu Hasyim Muzadi menjadi salah satu pelaku utama pilpres. Ia menjadi calon wakil presiden bagi Megawati Soekarno Putri.
Ini datanya. Di putaran pertama Mega dan Hasyim mendapatkan dukungan 28,17% di Jawa Timur, ini wilayah yang menjadi lumbungnya NU. Sementara di wilayah yang sama, Jawa Timur, SBY- JK mendapatkan 35 3%. Perolahan SBY- JK lebih tinggi.
Di putaran kedua, Mega dan Hasyim mendapatkan 40,35%. Sedangkan SBY-JK mendapatkan 59,65%, di Jawa Timur, di lumbung suara NU.
Kita lihat di sini, bahkan ketua umum PBNU dan Megawati dikalahkan oh SBY- JK dengan selisih hampir 20%, di Jawa Timur, di pusat komunitas NU. Telak sekali marginnya.
Kini data yang sama berulang kembali. Menghadapi Pilpres 2024, Anies Baswedan memiliki tokoh NU sebagai wakilnya: Muhaimin Iskandar. Ganjar Pranowo memiliki wakilnya juga tokoh NU: Mahmud MD.
Sedangkan Prabowo Subianto, dan wakilnya: Gibran Rakabuming Raka, dua-duanya bukan tokoh NU, tidak berdarah NU seperti halnya Mahfud dan Muhaimin.
Bagaimana pilihan pemilih NU terhadap tiga pasang ini? Ini hasil survei LSI Denny JA, pada bulan September 2023. Di kalangan pemilih NU, Prabowo- Gibran mendapatkan 44 69%. Ganjar dan Mahfud mendapatkan 35,5%. Anies dan Muhaimin mendapatkan 15%.
Bagaimana menjelaskannya. Mengapa di komunitas pemilih NU, Prabowo dan Gibran itu bisa menang? Sebagaimana sebelumnya, SBY dan JK bisa menang di NU?
Kita pun masuk ke dalam dunia perilaku pemilik kaum santri. Ketika kita sebut santri dalam tulisan ini, itu sudah termasuk santri perempuan.
Tiga hal yang kini mempengaruhi perilaku pemilih kaum santri. Pertama, kini di para santri itu memiliki handphone di tangan. Itu yang membuat mereka punya akses informasi di luar dunia para Kiai. Mereka kini mempunyai sumber informasi lain.
Kedua, para santri pun semakin terekspos ke dunia luar yang begitu berbeda, begitu beragam. Dengan sendirinya, mereka kini bisa membanding-bandingkan. Pandangan para kiai atau pengurus NU hanya salah satu patokan saja.
ketiga, para santri sekarang ini punya begitu banyak informasi dan percakapan, dengan jendela dunia yang jauh lebih luas. Pandangan mereka sudah melampaui tembok pesantren.
Akibatnya, dalam perilaku politik mereka, dan pilihan pasangan capres- cawapres kini relatif mandiri.
Itu sebabnya, mengapa sekarang ini, tak hanya pedoman para kiai yang mempengaruhi perilaku pemilih mereka. Bahkan jika tokohnya, Sang Kiai itu sendiri, ikut menjadi capres atau cawapres, pun mayoritas pemilih NU juga tetap menimbang- menimbang.***
Untuk komunitas NU yang total populasinya kini di atas 50 persen pemilih Indonesis, Anies menawarkan Cak Imin. Ganjar menawarkan Mahfud. Prabowo- Gibran menawarkan Dana Abadi Santri yang lebih diperluas.***
Oleh: Denny JA