Enam Poin Penting Efektivitas Dana Abadi Kebudayaan DKJ Menurut Fahira Idris

| Selasa, 28 Mei 2024 | 07.41 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) memberi kewenangan khusus dalam bidang kebudayaan. Dalam upaya pemajuan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta, UU ini mengamanatkan Pemprov DKJ membentuk Dana Abadi Kebudayaan yang bersumber dari APBD. Namun agar lebih optimal, Pemprov DKJ juga dimungkinkan mengusulkan dana tambahan kepada Pemerintah Pusat termasuk kreativitas pendanaan terutama melibatkan badan usaha.


Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, pemajuan kebudayaan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta membutuhkan stabilitas pembiayaan yang dijamin oleh Dana Abadi Kebudayaan. Ini penting agar Jakarta bisa merancang dan melaksanakan program-program kebudayaan yang lebih inovatif dan berdampak jangka panjang.

Oleh karena itu, pembentukan Dana Abadi Kebudayaan melalui perda harus didesain sedemikian rupa sehingga efektif menjadikan Jakarta kota global yang kaya akan identitas budaya lokal dan menempatkannya sebagai pusat kegiatan kebudayaan yang penting di dunia. Ini karena, Dana Abadi Kebudayaan bukan sekadar soal penyaluran dana untuk kebudayaan tetapi harus dimulai dari sisi badan pengelolanya hingga kreativitas pendanaan itu sendiri.

“Setidaknya ada enam poin penting untuk memastikan efektivitas pembentukan Dana Abadi Kebudayaan di Jakarta. Pertama, Dana Abadi Kebudayaan dikelola oleh para ahli kebudayaan, keuangan, dan manajemen. Kedua, transparan dan proporsional. Ketiga, proses seleksi dan evaluasi yang ketat terhadap semua proposal. Keempat diaudit secara berkala. Kelima, pelibatan yang bermakna dari masyarakat dan keenam harus ada kreativitas pendanaan,” ujar Fahira Idris di sela-sela Focus Group Discussion (FGD) “Membangun Kota Global Berbasis Adat dan Budaya” yang diselenggarakan oleh Ditjen Otda Kemendagri dan Bamus Betawi di Jakarta (27/5).

Fahira Idris menjelaskan, Dana Abadi Kebudayaan harus diisi atau dikelola oleh para para ahli di bidang kebudayaan, keuangan, dan manajemen. Tujuannya agar dana bisa dikelola secara profesional dan sesuai dengan tujuannya. Mereka yang dipercaya mengelola Dana Abadi Kebudayaan harus orang-orang profesional dan juga independen.

Selain itu, walaupun Dana Abadi Kebudayaan lebih leluasa dari sisi besaran anggaran, tetapi pasti ada keterbatasan. Oleh karena itu, prioritas pendanaan idealnya diberikan kepada proyek-proyek yang memiliki dampak jangka panjang, pelestarian warisan budaya, pengembangan seni, dan program edukasi budaya. Artinya penyalurannya bukan hanya transparan tetapi juga harus proporsional.

Penyalurannya yang transparan dan proporsional, lanjut Fahira Idris, harus “dilapisi” lagi dengan proses seleksi dan evaluasi yang ketat terhadap semua proposal yang masuk. Kriteria evaluasi dapat mencakup relevansi budaya, kelayakan teknis, potensi dampak, dan kesinambungan proyek. Pembentukan Dana Abadi Kebudayaan juga harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Artinya, harus diaudit secara berkala oleh lembaga independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitasnya. Laporan keuangan dan kemajuan proyek juga harus dipublikasikan secara rutin kepada khalayak luas.

“Efektivitas Dana Abadi Kebudayaan juga sangat tergantung pelibatan bermakna dari warga Jakarta sejak awal perencanaan. Ini untuk memastikan bahwa proyek-proyek kebudayaan yang didanai sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi komunitas lokal. Terakhir yang tidak kalah penting,  selain dari APBD, badan pengelola Dana Abadi Kebudayaan juga diberi tugas mencari sumber pendanaan tambahan melalui kemitraan dengan sektor swasta, donasi, dan hibah internasional,” pungkas Senator Jakarta ini. 
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI