Bernasindonesia.com - Diskusi-diskusi kecil dengan tema besar mengalir begitu saja dalam diskusi mingguan Forum Wartawan Kebangsaan (FWK). Dikatakan bertema besar karena membahas kepentingan rakyat, bangsa Indonesia, dan ke-Indonesia-an.
Anggota Forum Wartawan Kebangsaan, Mohammd Nasir banyak masalah yang kini dihadapi bangsa ini. Bertumpuk-tumpuk persoalan bangsa yang harus diselesaikan para pihak yang diberi kewenangan untuk mengurus.
Menurut Nasir, persoalan datang silih berganti, belum selesai yang satu, datang persoalan baru, bergema di mana-mana, seperti negeri dalam kekacauan. Peserta diskusi mengkhawatirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia hancur. 
“Orang-orang pemerintahan yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah, justru kadang-kadang menjadi bagian dari masalah. Kebijakan dan dalam pelaksanaan menimbulkan masalah,” ujar Nasir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/10/2025).
Nasir menyampaikan banyak persoalan di berbagai bidang: hukum, politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, industri, pertambangan, perubahan iklim, olahraga, dan lain-lainnya. Persoalan seringkali berubah menjadi gaduh. 
“Semua persoalan tersebut menjadi bahasan diskusi. Mencari duduk perkara, mencari solusi, memberi saran dan masukan,” katanya.
Bahkan, kata dia, diskusi tidak pernah kekurangan tema penting yang harus dibahas. Bahkan terasa sulit mengagendakan dan memberi prioritas, karena dinamika isu berubah sangat cepat. 
Dalam bulan September- Oktober 2025, contohnya, ketika ramai dibicarakan kasus dugaan korupsi yang mengguncang kementerian pendidikan terkait pengadaan komputer chrombook, ditimpa kasus lain. 
“Padahal kasus dugaan korupsi di kementerian pendidikan menjadi perhatian publik. Membawa serta mantan gus menterinya, dan dalam proses hukum,” paparnya. 
Dia mengutip pemberitaan Kompas pada 6 September lalu, yang memuat bahwa Kejaksaan Agung  menduga dugaan korupsi di kementerian pendidikan pada 2019- 2022 untuk program digitalisasi pendidikan menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Disampaikan, ketika kasus tersebut belum selesai, ditimpa peristiwa kasus keracunan massal peserta didik akibat mengonsumsi makanan yang disediakan program makan bergizi gratis (MBG). 
“Berangkat dari kasus keracunan MBG, kemudian disorot masalah pengelolaan program bergizi gratis untuk anak sekolah yang masih amburadul, termasuk persoalan dapur, dan transparansi penggunaan anggaran,” tandasnya.
mantan wartawan Harian Kompas yang pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Pers mengatakan dunia pendidikan bertambah ruwet  ketika 630 murid SMAN 1 Cimarga, Lebak, Banten, mogok belajar. Mereka kabarnya tidak terima seorang temannya ditempeleng guru ketika kedapatan merokok di sekolah.
“Masalah yang mencuat di dunia pendidikan ini serius. Harus segera ditangani oleh pemerintah. Ini alarm yang harus ditanggapi serius. Pemerintah harus bangkit membenahi pendidikan dari berbagai sisi. Kalau dunia pendidikan sampai kehilangan kepercayaan masyarakat, akan berbahaya untuk kelangsungan bangsa ini,” kata Hendry.
Hendry turut hadir dan menjadi narasumber dalam diskusi FWK bertema carut-marutnya dunia pendidikan. Tema lain yang pernah dibahas media sosial dan media pers berbagai platform adalah jabatan rangkap di kementerian dan komisaris-komisaris di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jabatan rangkap ini menjadi persoalan ketika Presiden Prabowo Subianto sedang melakukan penghematan penggunaan anggaran negara.
“Kinerja menteri-menteri juga sempat menjadi tema hangat diskusi kecil yang dihadiri wartawan-wartawan senior,” pungkasnya. 
Wartawan yang hadir antara lain Jimmy S. Harianto, Yesayas Octavianus, AR. Loebis, Hendry Ch. Bangun, Budi Nugraha, Untung Kurniadi, Sayid Iskandarsyah, M. Iqbal Irsyad, Tatang Suherman, Herwan Pebriansyah, Herry Sinamarata, Berman Nainggolan L.Radja, Dadang Rachmat, Simon Leo Siahaan, dan Edi Kuswanto. 
Karena diskusi FWK dikelola oleh wartawan, diskusi ini tidak pernah kehilangan tema. Bahkan tema-tema penting berjubel untuk dibahas, sehingga diperlukan pengelolaan isu, mana yang harus didahulukan. 
Peserta dalam keseharian di kantor  redaksi masing-masing sudah terbiasa mengelola isu harian yang dijadikan berita. Jadi suasana diskusi ini semacam rapat  perencanaan redaksi yang membahas isu-isu penting. 
Isu-isu penting menyangkut kepentingan rakyat, dan kebangsaan dibahas, dicari persoalannya, kemudian diberikan saran untuk penyelesaian. 
Diskusi seperti yang sudah berlangsung selama ini dipimpin oleh Koordinator Nasional FWK Raja Parlindungan Pane, mantan pemimpin redaksi di Jakarta. 
Raja memimpin diskusi dengan gaya lugas dan cerdas dalam menangkap setiap  gagasan yang muncul. 
“Diskusi ini terbuka untuk semua wartawan. Semakin banyak anggota diskusi semakin banyak pemikiran yang masuk. Kami di sini melihat persoalan bukan hanya dari satu sisi, tetapi dari berbagai sisi dan sudut pandang. Karena kami membutuhkan  pemikiran dari semua 
Peserta,” kata Raja Pane. 
Untuk sementara ini diskusi mengambil tempat berpindah-pindah, karena belum mempunyai kantor tetap. Kadang-kadang berlangsung di ruang rapat media VOI Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan kadang-kadang di ruang rapat Redaksi Suara Merdeka Biro Jakarta di Tebet. 
Peserta yang hadir biasanya tidak banyak, sekitar 20 orang. Tetapi audiens sangat banyak di rumah masing-masing. Mereka mengikuti melalui media yang memberitakan hasil diskusi.
Beritanya direproduksi dan diamplifikasi. Gaungnya hampir di seluruh provinsi di Tanah Air, dan bahkan sampai luar negeri karena disebar-luaskan juga oleh media dalam berbagai bahasa dunia. 
Dari diskusi-diskusi kecil itulah FWK membisikkan perjuangan kebangsaan kepada siapa saja yang mau mendengar.

