Bernasindonesia.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, mengucapkan selamat atas pelantikan Prof. Arif Satria sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Pertama-tama kami mengucapkan selamat kepada Prof. Arif Satria yang telah dilantik sebagai Kepala BRIN. Dengan pengalaman panjang sebagai akademisi dan Rektor IPB, kami berharap beliau mampu membawa terobosan baru dalam penguatan riset dan inovasi nasional,” ujar Kurniasih dalam keterangannya kepada wartawan, dikutip Senin (17/11/2025).
Kurniasih menilai, kepemimpinan baru BRIN datang pada saat yang sangat krusial. Di satu sisi, Indonesia menunjukkan kemajuan dengan naik ke peringkat 61 dari 132 negara dalam Global Innovation Index (GII) 2023, sebuah lompatan 14 peringkat dibanding tahun sebelumnya. Namun, di sisi lain, pemerintah menargetkan Indonesia bisa menembus 50 besar dunia pada 2029, yang berarti tantangan masih sangat besar.
“Capaian di Global Innovation Index patut diapresiasi, tapi tidak boleh membuat kita berpuas diri. Target 50 besar dunia hanya bisa tercapai jika ekosistem risetnya betul-betul dibenahi dari hulu ke hilir, bukan sekadar kosmetik peringkat,” tegasnya.
Kurniasih mengingatkan bahwa sampai hari ini anggaran riset Indonesia masih tergolong sangat rendah. Berbagai data internasional menunjukkan belanja riset Indonesia masih berkisar seperempat persen dari PDB dan belum pernah menyentuh 1 persen sejak 2016, jauh di bawah rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas yang berada pada kisaran 1 hingga 2 persen PDB.
“Kalau kita ingin BRIN dan dunia riset bekerja maksimal, maka pemerintah sebaiknya lebih serius memastikan adanya dan berjalannya peta jalan peningkatan anggaran riset menuju minimal 1 persen dari PDB secara bertahap. Komisi X DPR RI siap mengawal dari sisi penganggaran dan pengawasan,” kata Kurniasih.
Anggaran penelitian BRIN harus ditingkatkan dan lebih menyentuh kegiatan penelitian, inovasi, serta infrastruktur riset di seluruh Indonesia, khususnya daerah-daerah yang masih perlu pengembangan.
“Kepala BRIN punya PR besar untuk memastikan setiap rupiah anggaran riset betul-betul menghasilkan dampak nyata bagi ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan kesejahteraan rakyat,” lanjutnya.
Kurniasih juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut banyak inovasi BRIN belum memberikan manfaat optimal bagi masyarakat, pelaku UMKM, industri, maupun kementerian dan lembaga lain, meski secara jumlah inovasi dan tindak lanjut rekomendasi BPK sudah cukup baik.
“Temuan BPK jelas menjadi alarm. Riset bukan kompetisi laporan dan angka output, tetapi harus dirasakan oleh petani, nelayan, pelaku UMKM, dunia industri, dan pemangku kebijakan di daerah,” ujar Kurniasih.
Dia mengapresiasi keberhasilan BRIN menindaklanjuti lebih dari 85 persen rekomendasi BPK, melampaui rata-rata nasional 75 persen, namun menegaskan bahwa kepatuhan administratif harus diimbangi dengan penguatan dampak substantif riset.
“BRIN harus berani melakukan deregulasi di level teknis. Skema pendanaan riset harus lebih sederhana, transparan, dan ramah peneliti tanpa mengorbankan akuntabilitas. Peneliti kita terlalu banyak habis waktu untuk urusan administrasi, bukan untuk berpikir dan bekerja di laboratorium maupun lapangan,” jelas Kurniasih.
Merespons pernyataan Kepala BRIN yang ingin memperkuat science-techno park di daerah dan mengawal program prioritas nasional di bidang pangan, energi, dan air, Kurniasih menilai arah itu sejalan dengan kebutuhan Indonesia saat ini.
“Dengan latar belakang Prof. Arif yang kuat di dunia kampus, kami berharap BRIN menjadi jembatan kokoh antara kampus, industri, dan pemerintah daerah. Science-techno park harus benar-benar hidup sebagai ruang hilirisasi riset, bukan sekadar papan nama,” katanya.

