Majelis Nasional KAHMI dan Komisi II DPR Gelar Kolokium Buku: Mengupas Manipulasi Politik

| Kamis, 20 November 2025 | 07.03 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Majelis Nasional KAHMI (MN KAHMI) bersama Komisi II DPR RI menyelenggarakan Kolokium Buku bertema “Manipulasi dan Cuci Otak dalam Politik Indonesia: Perspektif Neurosains dan Psikologi Politik” pada Kamis, 20 November 2025, pukul 12.30., bertempat di Ruang Rapat Komisi 13, Nusantara 2, Lantai 3 DPR RI.


Acara yang diagendakan dimulai pukul 12.30 WIB ini menghadirkan sejumlah tokoh yang tidak asing , yaitu Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si, Rocky Gerung, Dr. dr. Taufiq Fredrik Pasiak, M.Kes., M.Pd.I., M.H (Penulis buku), dan Dr. M. Rifqinizami Karsayuda, S.H., M.H. (Korpres MN KAHMI dan Ketua Komisi II DPR RI) Mereka berbicara dari sudut pandang berbeda: politik, pemerintahan, akademisi, hingga kajian neurosains.

Lebih dari Sekadar Bedah Buku

Berbeda dari format “bedah buku” pada umumnya, kolokium ini dirancang sebagai forum intelektual yang memungkinkan audiens dari berbagai bidang keahlian—akademisi, pakar komunikasi politik, psikolog, ahli neurosains, anggota DPR, hingga pengamat media—untuk turut menjadi pembahas. Dengan demikian, diskusi berkembang menjadi pertukaran gagasan multidisipliner yang kaya dan kritis.

Buku karya Dr. Taufiq Fredrik Pasiak, yang menjadi pusat bahasan, menyoroti bagaimana otak manusia dapat dipengaruhi, baik secara halus maupun sistematis, oleh pesan politik, simbol, propaganda, dan konstruksi opini publik.

Apa Itu Manipulasi Politik?

Dalam forum tersebut dijelaskan bahwa manipulasi politik mencakup segala upaya yang secara sadar dirancang untuk mempengaruhi persepsi, emosi, keputusan, dan perilaku masyarakat melalui cara-cara yang tidak selalu kasat mata. Bentuknya dapat berupa:

Framing isu yang mengarahkan publik pada cara pandang tertentu.

Propaganda terselubung yang mengeksploitasi ketakutan, harapan, atau bias kelompok.

Pengulangan pesan yang memicu efek kognitif tertentu.

Disinformasi yang merusak orientasi fakta masyarakat.

Eksploitasi simbol dan identitas untuk menggerakkan emosi massa.

Melalui pendekatan neurosains, forum ini menjelaskan bagaimana otak merespons stimulus politik dan mengapa individu dapat menjadi rentan terhadap manipulasi tertentu. Sementara dari sisi psikologi politik, dijelaskan bagaimana kelompok masyarakat dapat diarahkan untuk mendukung kebijakan, tokoh, atau narasi tertentu tanpa disadari.

Relevansi untuk Semua Komponen Bangsa

Para narasumber menekankan bahwa memahami manipulasi politik bukan hanya penting bagi politisi atau pengambil kebijakan, tetapi penting untuk seluruh komponen bangsa, karena:

Masyarakat perlu sadar bahwa mereka adalah target kontestasi narasi, terutama menjelang pemilu, penyusunan kebijakan, atau momen krisis nasional.

Literasi politik dan literasi media menjadi benteng utama agar publik tidak mudah terpengaruh oleh pesan yang menyesatkan.

Institusi negara dan lembaga pendidikan perlu memahami dinamika psikologis masyarakat, agar kebijakan dan edukasi politik dapat dirancang secara lebih etis.

Komponen bangsa—termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan akademisi—mempunyai peran strategis dalam menjaga ruang publik tetap sehat dan bebas dari manipulasi destruktif.

Diskusi kolokium ini kemudian berkembang pada urgensi membangun politik yang lebih etis, transparan, dan mengedepankan penghormatan terhadap akal sehat warga negara.

Forum Kritis untuk Memperkuat Demokrasi

Melalui kolokium ini, Komisi II DPR RI dan MN KAHMI menunjukkan komitmen untuk membuka ruang dialog ilmiah mengenai tantangan manipulasi politik di era digital dan polarisasi. Kolokium diakhiri dengan harapan agar buku ini dapat menjadi rujukan penting bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan seluruh masyarakat Indonesia dalam memperkuat budaya politik yang beradab.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI