Pudarnya Rasa Nasionalisme Generasi Muda Indonesia

| Selasa, 22 Mei 2018 | 01.23 WIB

Bagikan:

BernasIndonesia.com - Mengingat sejarah perjuangan bangsa Indonesia 72 tahun yang lalu, kita pasti tahu bagaimana semangat rasa nasionalisme yang berkobar dalam diri pemuda bangsa saat itu. Mereka bersusah payah untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan. Bahkan mereka tidak takut untuk mati demi mempertahankan tanah air kita, yaitu Indonesia.

Apakah semangat nasionalisme bangsa pada era globalisasi ini telah tertanam kuat di hati generasi muda? Apakah kita turut serta mengobarkan jiwa raga ini untuk kemajuan dan kedaulatan bangsa?

Nampaknya rasa nasionalisme sedikit mulai memudar. Memang banyak generasi muda saat ini yang kurang bisa memaknai kemerdekaan bangsa dengan baik. Masih banyak yang diam atau seakan-akan acuh akan nasionalisme. Bukankah pemuda disebut-sebut sebagai ‘agent of change’ yang diharapkan mampu membawa bangsa ini kearah yang lebih baik? Banyak faktor penyebab yang membuat kita tak sadar akan hadirnya bangsa ini.

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat, terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. Contohnya saja, dilihat dari cara berpakaian mereka yang berdandan ala selebritis yang cenderung meniru budaya barat maupun budaya korea.

Padahal cara berpakaian tersebut, jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita, belum lagi gaya rambut mereka yang dicat beraneka ragam warna. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apalagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan dengan baik dan positif, tentu kita memperoleh manfaat yang berguna bagi kita maupun bangsa kita.

Tetapi jika tidak? Apa akibatnya? Internet hanya akan membuat para pemuda ketergantungan main game online yang dapat menurunkan rasa sosial mereka terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan media elektronik maupun internet. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek yang menunjukkan tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan, sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh nyatanya, adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat. 

Selain faktor eksternal, terdapat faktor internal yang membuat makin memudarnya rasa nasionalisme generasi muda sekarang adalah terkuaknya kasus korupsi, penggelapan uang Negara, dan penyalahgunaan wewenang oleh penjabat tinggi Negara. Hal tersebut membuat para pemuda Indonesia enggan untuk memperhatikan bangsa ini lagi. Termasuk dengan faktor dari keluarga maupun dari lingkungan yang membuat pemuda meniru tindakan mereka yang kurang mempunyai jiwa nasionalisme.

Sikap etnosentris  dikalangan generasi muda juga menjadi penghalang munculnya rasa nasionalisme sehingga hal ini dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, tertinggalnya Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan membuat mereka tidak bangga menjadi bagian dari Indonesia, serta demokrasi yang melewati batas etika dan moral, dan paham individualismen dari barat mengikis rasa kebersamaan dalam masyarakat (Yanni Emrita, 2014:7).

Dengan terjadinya beberapa faktor peyebab tersebut,  maka akan terjadi akulturasi dan  bahkan menghilangnya kebudayaan dan kepribadian bangsa yang seharusnya menjadi jati diri bangsa. Dalam aspek perekonomian Negara, dengan memudarnya rasa nasionalisme para pemuda, dapat mengakibatkan perekonomian bangsa Indonesia jauh tertinggal dari Negara-negara tetangga. Saat ini masyarakat hanya memikirkan apa yang Negara berikan untuk mereka, bukan memikirkan apa yang mereka dapat berikan pada Negara.

Dengan keegoisan inilah, masyarakat lebih menuntut hak daripada kewajibannya sebagai warga Negara. Sikap individual yang lebih mementingkan diri sendiri dan hanya memperkaya diri sendiri tanpa memberikan retribusi pada Negara, mengakibatkan perekonomian Negara semakin melemah.

Berbagai pengaruh diatas memang tidak secara langsung berdampak terhadap rasa nasionalisme generasi muda. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau bahkan hilang. Untuk itu sebelum rasa nasionalisme itu benar-benar hilang dituntut kolaborasi yang apik dan berkesinambungan dari keluarga, para pendidik dan pemerintah.

Dalam keluarga, memberikan pendidikan sejak dini tentang sikap nasionalisme terhadap bangsa Indonesia, memberikan contoh atau tauladan tentang rasa kecintaan dan penghormatan pada bangsa, memberikan pengawasan yang menyeluruh kepada anak terhadap lingkungan sekitar, dan  dihimbau agar selalu menggunakan produk dalam Negeri.

Di lingkungan pendidikan, berikan pelajar kita pendidikan kewarganegaraan, pendidikan pancasila, menanamkan sikap cinta tanah air dan menghormati jasa pahlawan dengan mengadakan upacara setiap hari senin, serta memberikan pendidikan moral sehingga para pemuda tidak mudah menyerap hal-hal negatif yang dapat mengancam ketahanan nasional.

Peran Pemerintah dalam menghadapi permasalahan diatas adalah dengan menggalakan berbagai kegiatan yang dapat menumbuhkan pemahaman dan kecintaan terhadap bangsa dan negaranya, seperti seminar, pameran kebudayaan dan pergelaran seni, dan mewajibkan pemakaian batik kepada pegawai negeri sipil maupun pelajar pada hari tertentu. Hal ini dilakukan karena batik merupakan sebuah kebudayaan asli Indonesia yang diharapkan dengan kebijakan tersebut dapat meningkatkan rasa nasionalisme bangsa. Pemerintah juga harus lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi pemuda untuk membangun Indonesia agar lebih baik lagi  (Kolansi:2015).

Oleh: Fani Ishlaah Heryunda

(Penulis adalah Mahasiswi  Universitas Brawijaya jurusan Manajemen  dan mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen (HMJM)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI