Profile dan Visi-Misi Caleg Tak Transparan Disayangkan

| Jumat, 08 Februari 2019 | 05.09 WIB

Bagikan:
BernasIndonesia.com - Pemilu 2019 adalah pemilu pertama yang penyelenggaraan pemilihan presiden, DPR, DPRD, dan DPD dilakukan secara serentak di hari yang sama. Tetapi, informasi yang beredar di publik tidak berimbang. Informasi mengenai pemilihan presiden lebih mendominasi percakapan publik ketimbang pemilihan anggota legislatif.

“Profil, visi, misi, dan program calon presiden telah banyak beredar. Tetapi profil, visi, misi, dan program calon anggota legislatif (caleg) belum semuanya terbuka di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kondisi ini menciderai semangat keterbukaan informasi bagi publik dan transparansi Pemilu 2019,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini di Jakarta, Kamis (7/2).

Padahal, kata Titi, UU 7 ahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengamanatkan keterbukaan informasi bagi publik. Pasal 14 huruf c UU Pemilu menyebutkan bahwa KPU berkewajiban menyampaikan semua informasi Penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat. Titi menjelaskan, salah satu informasi yang perlu dibuka adalah profil caleg.

Melalui PKPU 31/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, informasi caleg diakomodasi melalui formulir model BB.2: Daftar Riwayat Hidup dan Informasi Bakal Calon Anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota.

Di formulir tersebut, terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan publik seperti jenis kelamin, usia, riwayat pendidikan, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, status khusus (terpidana/mantan terpidana/bukan mantan terpidana), serta motivasi (yang berisi hal-hal yang melatarbelakangi calon untuk mengajukan diri sebagai bakal calon) dan target/sasaran (yang berisi contoh hal-hal yang akan dikerjakan ketika telah menjadi anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kab/Kota).

“Sayangnya, berdasarkan data yang dikumpulkan Perludem dari sistem informasi KPU infopemilu.kpu.go.id, per 6 Februari 2019, masih ada 2043 dari 7992 (25,56 persen) caleg yang enggan membuka data diri. Jika direkapitulasi berdasarkan jenis kelamin, 1.162 dari 4.790 (24,26 persen) caleg laki-laki enggan membuka data diri, serta 881 dari 3.203 (27,51 persen) caleg perempuan enggan membuka data diri,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, jika direkapitulasi berdasarkan partai, Partai Demokrat, Partai Hanura, PKPI, Partai Garuda, dan Partai NasDem adalah lima partai dengan jumlah ketidaktersediaan profil caleg tertinggi. Sementara lima partai dengan jumlah ketidaktersediaan profil caleg terendah yaitu Partai Golkar, Partai Berkarya, PPP, PAN, Perindo.

“Jika direkapitulasi berdasarkan daerah pemilihan, di setiap dapil, rata-rata ada 25,72 persen caleg yang enggan membuka data dirinya,” terangnya.

Adapun, lima dapil dengan jumlah ketidaktersediaan profil caleg tertinggi, yakni Sumatera Selatan II, Gorontalo, Sulawesi Barat, Jawa Tengah VII, dan Jawa Tengah IX. Sementara Lima dapil dengan jumlah ketidaktersediaan profil caleg terendah yakni Kalimantan Tengah, Jawa Barat XI, Aceh II, Jambi, Kalimantan Selatan I.

Menurutnya, ketidaktersediaan informasi mengenai caleg ini akan membuat pemilih kesulitan mengenali profil, memantau rekam jejak, dan mengetahui program masing-masing caleg yang berujung pada kesulitan memilih pada hari pemungutan suara nanti.

“Informasi-informasi yang tertera pada formulir model BB.2 penting dibuka agar pemilih bisa mendasarkan pilihannya pada integritas, kualitas, rekam jejak, dan komitmen yang bisa dilacak dari profil caleg tersebut,” terangnya.

Sebagai contoh, lanjut dia, status khusus apakah caleg terpidana, mantan terpidana, atau bukan mantan terpidana dengan mudah bisa dilacak pemilih jika caleg benar-benar serius mengisi satu kolom dari sekian banyak kolom isian yang tertera pada formulir model BB.2 dan membukanya ke publik.

“Oleh karena itu, Perludem mendorong komitmen keterbukaan partai dan caleg dari masing-masing partai untuk membuka data profil diri agar pemilih bisa lebih mengenal orang yang akan menjadi wakilnya di parlemen kelak. Caleg mesti serius mengisi kolom-kolom di formulir model BB.2 dengan lengkap dan benar,” paparnya.

Lebih lanjut, Perludem juga mendorong KPU untuk merumuskan data mana saja yang perlu dibuka dan relevan dengan kebutuhan pemilih serta mengkonfirmasi ulang pada caleg yang kemungkinan masih mau membuka data diri di luar data pribadi. Bagi mereka itu, KPU harus tetap mengakomodasinya di sistem informasi pencalonan yang dimiliki KPU dan membuka data-data seluas-luasnya dalam format data terbuka untuk mendorong partisipasi publik yang lebih luas untuk mengkritisi dan mengolah data-data tersebut.

“Namun, jika pada batas waktu tertentu caleg masih enggan membuka profilnya ke publik, KPU juga perlu mengumumkan nama-nama tersebut,” pungkasnya.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI