Sang Alang Sebut RUU Permusikan Menentang UUD 45

| Rabu, 06 Februari 2019 | 01.53 WIB

Bagikan:
BernasIndonesia.com - Aroma penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang tengah digodok Komisi X DPR semakin kencang di kalangan pelaku musik tanah air.

Sejumlah musisi yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan misalnya. Mereka melihat, setidaknya terdapat 19 pasal yang dianggap bermasalah di dalam RUU ini. Pasal-pasal tersebut di antaranya pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51.

Menurut koalisi yang anggotanya terdapat Endah N Resha, Jerinx SID dan Bonita ini, banyak pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang lainnya; seperti Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE.

“Parahnya, RUU ini juga bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi. Sungguh RUU yang sangat bermasalah bagi dunia musik tanah air,” ujar jubir koalisi ini, Dzulfikri Putra Malawi di Jakarta, baru-baru ini.

Koalisi ini lanjutnya, bersepakat, tidak ada urgensi apapun bagi Dewan DPR dan Pemerintah untuk membahas dan mengesahkan RUU Permusikan seperti ini. Sebuah Rancangan Undang-Undang yang bahkan membatasi dan menghambat proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik.

Senada dengan para musisi yang tergabung dalam Koalisi Musisi Nasional Tolak RUU Permusikan, musisi sekaligus penyanyi Sang Alang pun melakukan penolakan dan meminta RUU Permusikan ini dibatalkan.

“Sebagai musisi, saya sangat prihatin dan bertanya-tanya, sebenarnya apa sih tujuan dibuatnya RUU Permusikan ini? Mau melindungi kok malah membatasi. Apalagi ada ketentuan soal sertifikasi segala,” ujar Alang yang beberapa waktu lalu menciptakan lagu #2019Ganti Presiden ini.

Ia mencontohkan, jika dirinya mengikuti RUU Permusikan maka setidaknya harus memiliki empat sertifikat.

“Satu sertifikat sebagai pencipta, sebagai penyanyi. Kemudian sebagai penata musik dan juga sebagai distributor. Ini jelas membingungkan,“ ujarnya dengan nada geram.

Pertanyaan berikutnya, lanjut Sang Alang yang sudah bermusik sejak tahun 1990 an ini, siapa yang harus menguji dan memberikan sertifikat. Artinya harus ada lembaga yang mengurusnya.

“Nah, pengujinya siapa. Siapa yang menentukan atau menguji sang penguji,” tambahnya.

Sementara itu Pitra Nasution, penasehat hukum Sang Alang menambahkan, RUU Permusikan justru banyak bertentangan dengan UUD 45 yang menjadi dasar dari segala dasar sumber hukum atau undang-undang di Indonesia.

“Saya baca dan telaah ternyata RUU Permusikan kok bertentangan dengan UUD 45  terutama pasal 28C,” kata Pitra.

Ia memberi contoh pasal yang bertentangan, misalnya pasal 32 yang berbunyi: Untuk diakui sebagai profesi, pelaku music yang berasal dari jalur pendidikan atau otodidak harus menguji kompetensi.

Ini bertentangan dengan UUD pasal 28C yang berbunyi: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejehateraan umat manusia.

Sang Alang kembali menambahkan, persoalan para seniman itu sudah cukup diatur oleh beberapa undang-undang yang sudah ada, sehingga RUU Permusikan dipandang tidak perlu ada lagi.

“Banyak hal yang sebetulnya sudah diatur dengan UU, ada UU HAKI/UU Hak Cipta, ada juga UU kebudayaan. Itu sudah berbicara banyak tentang seni musik. Jadi, apa urgensinya membuat RUU Permusikan,” tambah Sang Alang.

Sambil menantikan sikap para pengusul RUU Permusikan, Sang Alang mengatakan kenapa tidak dibuat saja aturan yang kuat untuk melindungi karya cipta para musisi, dengan memberikan sanksi berat pada pelanggaran dalam hak cipta, hak tayang dan hak siar.

“Jika aturan ini diperkuat, maka ujung- ujungnya nya adalah kesejahteraan bagi mayarakat musik Indonesia,” pungkasnya. (Ak/rianz)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI