Media Diminta Patuhi Kode Etik Jurnalistik Dan Luruskan Penyesatan Informasi

| Rabu, 29 Januari 2020 | 20.36 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Dewan Pers meminta media massa, baik televisi, cetak dan online, mematuhi kode etik jurnalistik. Hal ini seiring adanya ratusan pengaduan pemberitaan kepada Dewan Pers.

"Dewan Pers menerima pengaduan 584. Umumnya pelanggaran paling banyak melanggar pesal kode etik," ujar anggota Dewan Pers, Heru Tjahjo, saat menjadi narasumber bertajuk "Peran Nyata Jurnalis dan Millenial Dalam Melawan Hoaks" di Restoran Gado-Gado Baplo, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).

Menurut Heru, pengaduan yang diterimanya tersebut berkaitan dengan pemberitaan yang diduga hoaks. Dia meminta agar media berhati-hati menyajikan berita. Harus ada check and recheck terlebih dahulu sebelum berita yang diterima dari wartawan lapangan di naikkan untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat.

"Harus diverifikasi dulu kerena media ada wartawannya, ada redakturnya. Jadi ada prosesnya menaikkan sebuah berita," tandas dia.

Hal yang sama disampaikan Ketua PWI Jaya, Sayid Iskandarsyah. Dia mengatakan media massa memang memiliki tanggungjawab untuk meluruskan berita yang simpang siur di tengah-tengah masyarakat.

"Sebernarnya ada berita hoaks dan tidak ada hoaks, pers itu tugasnya meluruskan informasi, tunduk patuh pada kode etik dan pedoman perilaku pemberitaan," kata Sayid.

Sayid kemudian menjabarkan pasal 3 tentang kode etik jurnalistik. Dipaparkan Sayid, pasal 3 tersebut menjabarkan bahwa wartawan tidak boleh langsung menulis sebuah berita tanpa melakukan pengujian terhadap informasi.

"Jadi pasal 3 kita uji. Tidak langsung nulis, perlu dikroscek (informasinya)," tandas dia.
Menurut Sayid, harus dibedakan media konvensional dengan media sosial. Jika perusahaan pers ada penanggungjawabnya dan berbadan hukum, tapi media sosial sebaliknya.

"Di Medsos siapa saja boleh berpartisipasi. Bisa nulis dan bisa juga posting gambar. Misal terjadi kecelakaan langsung di foto, dampaknya belum terpikir. Tapi dia happy," katanya.

Sementara itu, pengamat sosial dari Universitas Nasional Amsoru Bahruddin Syah, mengatakan maraknya berita hoaks disebabkan karena rendahnya literasi generasi melenial.

 "Bangsa kita ini pendidikannya sangat rendah. Padahal medsos kalau kita cermati lebih berbaya daripada alkohol dan judi. kalau alkohol ada waktunya," katanya. (BSI)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI