Perempuan Dinilai Bisa Jadi Energi Pembangunan Indonesia

| Senin, 24 Agustus 2020 | 12.57 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Anggota Komisi IX DPR RI Sri Meliyana kembali mendorong perempuan untuk terus bersemangat, memberdayakan diri sendiri, mengasah wawasan, berinovasi dan menumbuhkan skil atau keterampilan untuk berpartisipasi membangun dan mengharumkan nama Indonesia. Sebab, perempuan Indonesia memiliki potensi yang sama dengan laki-laki untuk membangun negara ini.  Hal ini jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia pada Juni 2020 menurut Data Dukcapil.  Sebanyak 268 lebih yang terdiri 135 juta lebih laki-laki dan 132 juta lebih perempuan.

”Berarti hampir sama banyaknya, hampir sama kuat jika dilihat sebagai suatu potensi. Bayangkan Indonesia memiliki 135 juta lebih laki-laki dan ada 132 juta lebih perempuan yang berada diantara laki-laki untuk memperkuat Indonesia saat ini,” ujar Sri saat menjadi narasumber diskusi virtual bertajuk ”Refleksi Kemerdekaan Indonesia, Sudah Merdekakah Perempuan Indonesia Hari Ini?,”

Menurut Sri, dari sekian banyak jumlah perempuan itu sebaiknya harus dijadikan kekuatan dan energi baru dalam membangun negara yang kaya akan sumber daya alam ini. Perempuan tidak boleh dikekang, disepelekan, dikerdilkan dan dimarjinalkan.  Sebaliknya, perempuan harus diberdayakan dan diberi ruang untuk berpartisipasi dalam segala hal dalam pembangunan negara ini

”Apabila 132 juta lebih perempuan diberdayakan, maka Indonesia akan menjadi luar biasa. Seandainya satu keluarga mempunyai 4 anak, dua diantaranya laki-laki, dua perempuan dan keluarga itu ditanya hari ini mengangkat semua anak-anak anda maka semua akan menjawab laki-laki dan perempuan punya kesempatan yang sama. Itulah bayangan kita tentang penduduk Indonesia. Perempuan dan laki-laki hampir sama banyak. Jika dua kekuatan itu bersatu saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang besar suatu hari nanti dengan kemedrdekaan seluruh Indonesia Raya,” tandasnya.

Lebih lanjut, Sri menambahkan kaum perempuan tidak boleh dinomor duakan. Laki-laki harus menghargai harkat, martabat dan peran perempuan. Kaum perempuan harus diberi kebebasan berkiprah.  Menurut Sri, karjasama antara laki-laki dan perempuan juga harus terus diperkuat. Tidak boleh ada pandangan yang meremehkan perempuan. Tanpa perempuan tidak akan lahir laki-laki.  Begitu juga sebaliknya, tanpa laki-laki tidak akan lahir anak perempuan.

”Perempuan dan laki-laki harus saling mengisi, saling menghargai. Tidak indah dunia ini tanpa perempuan. Begitu juga bagi perempuan tidak indah dunia tanpa laki-laki. Bekerjasamalah maka kita akan mencapai puncak dari keindahan, kebahagiaan dan kekuatan. Akan diapakan penduduk perempuan-perempuan hebat sebanyak ini oleh negara?,” tandasnya.

Menurut Sri, kesetaraan gender merupakan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Dan Presiden Jokowi sudah menandatangani Perpres SDGz nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Menurut Sri, tujuan kelima dari Perpres SDGs ini untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan. Disebutkan, kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mempu berperan dan berpartispasi dalam politik ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

"Itu yang ingin dicapai oleh negara. saya rasa ini bukan ikut-ikutan trend dunia tapi untuk benar benar menikmati keberadaan perempuan yang jumlahnya hampir sama banyaknya dengan laki-laki. Tujuan itulah diupayakan semaksimal mungkin. Kita hari ini sering terperangkap dengan perwsaan lama, untuk maju bersetara gender itu kita harus mendapatkan pendidikan. Dulu perempuan sulit mendapatkan pendidikan,” pungkasnya.

Menurut Sri, kesematan perempuan mengenyam pendidikan saat ini sudah setara dengan laki-laki.  Dia mejabarkan data yang diperoleh dari Ristekdikti tentang kesempatan perempuan mendapatkan hak-hak mengenyam pendidikikan.  Jumlah perempuan yang mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 47,86 persen. Sementara laki-laki hanya 52,14 persen. Perempua ditingkat SMP 48.9 persen dan laki-laki 51,10 persen. SMU perempuan 55,50 dan laki-laki 44,50 persen, SMK 42,87 persen perempuan dan 57,13 persen laki-laki. Sementara di Perguruan Tinggi jumlah perempuan mencapai 80 persen dan 40 persen laki-laki.

”Ini berarti tidak ada yang mesti kita khawatirkan tentang perempuaan sepanjang negara mampu mengampuh seluruh warga negara mendapatan hak-hak pendidikan. Tidak perlu gusar perempuan Indonesia.

Kesempatan perempuan dalam bidang pendidikan ini berbeda dengan kesempaya di lapangan pekerjaan. Sri mengatakan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia hanya mampu mencapai 54 persen. Sementara laki-laki 83 persen.

”Kenapa? karena laki-laki wajib bekerja. Sementara perempuan dengan pandangan-pandangan lama perempuan boleh bekerja di rumah saja. Perempuan dianggap belum harus, masih boleh tidk bekerja. Hal ini tentu saja memerlukan dorongan besar kepada masyarakat bahwa rumah tangga selain menjadi tempat kerja kita, menjadi tanggungjawab, ada dunia lain yang membutuhkan kita. Kenapa tempat kerja sangat maskulin karena para perempuan jarang menggunakan kesempatannya,” papar Sri

Dalam bidang politik, Sri juga mengatakan bahwa perempuan sudah diberi kesempatan dan mendapatkan hak-haknya. Misalnya, dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mewajibkan partai politik mencalokan calon legislatif perempuan sebesar 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil). "Perempuan akhir-akhir ini menjadi penentu. Itu bentuk afirmasinya," katanya.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI