Beberapa Perubahan Yang Perlu di Cermati

| Selasa, 25 Mei 2021 | 07.53 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Agenda pemberantasan terorisme yang di programkan di era Goerge Bush, itu dikenal dengan Multi Trilliun Dollar. Di bagikan kepada hampir seluruh negara berpenduduk mayoritas muslim, dengan tujuan agar mereka "diam" ketika Amerika melancarkan penyerangan ke Irak, membunuh Saddam, Qadhafi, dan pihak-pihak yg mereka identifikasi sebagai "jaringan setan".


Juga untuk membiayai, Israel, Al-Qaedah, Taliban, ISIS, dan sejumlah gerakan pemberontakan, seperti Arab Sprin, konflik di Afganistan dan timur tengah pada umumnya.

Termasuk untuk membiayai pembentukan Detasemen Anti Teror disejumlah Negara, tidak terkecuali Densus 88, yang anggarannya diperoleh via australia pada awal-awal pembentukannya.

Juga untuk membangun penjara khusus bagi teroris di Guantanamo.

Pelatihan-pelatihan anti teror dan seterusnya.

Program anti teror ini, sesungguhnya telah selesai, dalam penganggarannya di Amerika, uni eropah, maupun di australia.

Sekiranya bukan karena Komunis Tiongkok telah menggantikan skema pembiayaan anti teror, yg sebelumnya dimainkan amerika cs, tentu para "kontraktor lokal" tdk lagi tertarik dgn permainan sprti FPI, HTI, JAD Ali Kalora atau Qatar di Palu. Namun, karena adanya pemberi anggaran baru, sehingga order itu tetap berlangsung. Bedanya, di masa pembiayaan Amerika dan sekutunya, yang ingin dijinakkan adalah pemerintah Indonesia. Sementara di tangan Komunis Tiongkok, pembiayaan di arahkan untuk penyiaran Islamophobia.

Target Komunis Tiongkok dgn agenda Islamophobia ini lebih laten, berdasarkan protokol Komunis untuk penguasan Asia, hingga tahun 2036

Setidaknya, pemimpin Tiongkok punya mimpi 2036 mereka bisa menggusur posisi Amerika sebagai negara adi daya. Dan untuk itulah progam OBOR di rancang.

Tapi nampaknya gagasan itu akan mati suri karena: (1) kesadaran Amerika dan sekutunya terlalu cepat dari yang diperkirakan Beijing. (2) program OBOR telah dibatalkan disejumlah negara dan kawasan, bahkan uni eropah telah meluncurkan program sejenis untuk mengimbangi Komunis Tiongkok (3) terjadi penurunan angka kelahiran, dan peningkatan angka usia diatas 65 tahun secara massif di Tiongkok, berdasarkan sensus penduduk Tiongkok tahun 2021 (yang ditengarai banyak manipulasi). Sebuah realitas di mana degan kenyaataan itu, China tidak bisa lagi mengandalkan masa depan industrialisasi di negaranya bermodal buruh yang murah, namun juga akan terbebani dengan jaminan pensiun dan hari tua bagi lansia yang tinggi.

Posisi India, dengan jumlah populasi yang terus bertumbuh, akan menggantikan tiongkok sebagai penyuplai buruh murah untuk keperluan industri.

Namun, jika india gagal mengatasi serangan biologis komunis tiongkok, bisa lain juga ceritanya.

Sama halnya dengan Indonesia, jika gagal mengatasi serangan biologis komunis tiongkok ini, populasinya akan terancam, dan masa depannya hanya akan menjadi negara konsumen terus, tanpa memiliki daya saing.

Apa yang mesti di lakukan?

Pertama: diperlukan pemerinatahan dengan figur pemimpin yang memahami persoalan, lokal/nasional daj internasional yg baik. Didukung oleh karakter kepemimpinan yang berintegritas.

Kedua; memastikan pertumbuhan ekonomi terkendali, dan semakin berkualitas.

Ketiga: penegakan hukum yang benar-benar memberi jaminan keadilan dan kepastian hukum. Penguatan lembaga pemberantasan korupsi.

Keempat; pemberian fokus perhatian yang lebih tinggi, terhadap kebutuhan akan R&D untuk mengubah pola hubungan interdependensi dalam neraca perdagangan. Dan untuk jangka panjang, menjadikan semua produk unggulan nasional berorientasi ekspor.

Kelima; demokratisasi sistem politik mesti terus disempurnakan. Dibebaskan dari kartel politik yang saat ini dikuasai pengusaha hitam.

Oleh: Hasanuddin

Penulia tinggal di Depok, Jawa Barat

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI