Menuju Pergantian Kepemimpinan Nasional 2024

| Senin, 07 Juni 2021 | 06.31 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Wacana publik mulai terkonsolidasi menuju agenda pergantian Kepemimpinan Nasional pada tahun 2024. Gelombang opini publik untuk mengganti rezim pemerintahan yang berkuasa saat ini semakin membesar. Kepercayaan terhadap pemerintahan Jokowi dan partai-partai pengusungnya makin menurun, sekalipun sejumlah upaya pembalikan fakta terus dilakukan oleh pemerintah melalui para buzzer, atau dengan membiayai lembaga-lembaga survey.


Terdapat sedikitnya 10 cluster opini  yang menjadi konsern para pihak seperti (1) perlakuan istimewa pemerintah terhadap tenaga kerja dari Negara Komunis Tiongkok;  (2), usaha para pendukung pemerintahan Jokowi mendiskreditkan agama, dengan menyerang para ulama, (3) korupsi yang makin massif disemua lini pemerintahan, pusat maupun daerah; (4) Kolusi dan Nepotisme, dalam rekrutmen diberbagai bidang, seperti dalam promosi calon kepala daerah, maupun dalam pengisian jabatan komisaris BUMN; (5) Utang yang makin menggunung, melampaui ratio yang ditentukan Undang-Undang APBN; (6) penghancuran KPK, yang dibaca oleh publik sebagai upaya menyelamatkan figur-figur dan kelompok politik tertentu, misalnya dalam kasus Harun Masiku; (7) Monopoli star up China yang berpotensi mematikan produk lokal; (8) penyelenggaraan  Ibadah Haji yang gagal untuk kedua kalinya, serta pemanfaatan Dana Haji yang tidak jelas keuntungannya untuk siapa; (9), mafia vaksin Komunis Tiongkok, dan isu korupsi yang menyelubungi bantuan dampak pandemi, termasuk Bansos di Kementerian Sosial (10), separatisme dan terorisme KKB di Papua, serta isu pelanggaran HAM yang menyertainya.

Cluster-cluster isu tersebut memperoleh perhatian luas diberbagai percakapan media sosial, seolah tidak ada hentinya, silih berganti dalam time line berbagai platform media sosial, dengan sekali-sekali disertai hujatan dan makian kepada rezim pemerintah.

Sementara itu, partai-partai politik kembali melakukan konsolidasi untuk mempertahankan dan atau memperebutkan kembali kursi-kursi mereka di DPR/DPRD. Pemilu yang merupakan siklus lima tahunan yang menghabiskan anggaran ratusan trilliun itu, jadi satu-satunya program partai politik. DPR satu periode ini nampak hanya jadi stempel kebijakan pemerintah, tidak ada nalar kritis yang terdengar dari gedung parlemen. Gaji dan berbagai tunjangan besar yang mereka nikmati bisa jadi telah membuat mereka lebih memilih diam, daripada menanggung resiko dengan mengkiritisi pemerintah. Padahal fungsi pengawasan adalah salah satu tugas yang pokok mereka.

Jika publik benar-benar ingin melakukan pergantian Kepemimpinan Nasional melalui jalur Pemilu ditahun 2024, maka ada keharusan untuk memastikan pilihan politik mereka. Jangan lagi memilih Partai Politik atau tokoh/figur yang diusung oleh partai-politik yang saat ini berkuasa. Tanpa sikap politik yang demikian, tidak akan terjadi perubahan. Kalangan intelektual, para cerdik pandai, para aktifis kemanusiaan, aktifis lingkungan, aktifis HAM, aktifis Mahasiswa, Pemuda dan segenap civil society mesti lebih keras usahanya dalam melakukan pendidikan politik bagi pemilih. Pendidikan politik bertujuan memastikan bahwa pemilih (voters) memberikan pilihannya dengan tepat dan benar. Artinya tidak memilih partai pembela kekuasaan (yang korup) saat ini. Informasi harus dibuat dalam bahasa yang mudah terpahami oleh publik secara luas, dan disosialisasikan secara massif keberbagai lapisan masyarakat.

Tentu, para pengurus partai politik yang saat ini berkuasa juga telah memikirkan hal demikian. Dan karena itu, pasti mereka telah menyiapkan langkah-langkah untuk tetap berkuasa. Karena itu, civil society, mesti bergerak bersama partai-partai yang dipandang masih "bersih" dan dapat dipercaya membawa misi perubahan kepemimpinan Nasional tahun 2024 tersebut.

"Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri bertekad (kuat) dalam diri mereka melakukan perubahan". 

Tekad kuat melakukan perubahan, dimulai dari dalam diri. Meneguhkan suatu niat, dalam diri untuk tidak lagi memilih partai-partai yang korup. Yang hanya jadi stempel kekuasaan yang korup ketika duduk di DPR.

Apakah tekad untuk mengubah kepemimpinan nasional itu sukses ditahun 2024? Kita tunggu pada saatnya.

Oleh: Hasanuddin
Penulis Tinggal di Depok, Jawa Barat

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI