Politik (Negara) Paripurna

| Rabu, 22 September 2021 | 14.29 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Saudaraku, dasar mengada politik itu budaya kota (polis, madina). Warga kota (negara) menunjukkan rasa memiliki dan mencintai kota dan republiknya; bukan skadar penduduk yg numpang tidur dan cari makan. Aktif terlibat, bergerak, berbaur dgn keragaman di ruang publik—tak malas gerak dan terisolasi di bungker identitas masing2.


Demi keterlibatan positif dan produktif di ruang publik, warga dituntut memiliki kecerdasan. Bukan skadar kecerdasan personal, ttp terutama ”kecerdasan kewargaan” (civic intelligence): kompeten mengemban tugas kewargaan, memahami kewajiban dan hak warga, mampu menempatkan keunggulan pribadi dlm harmoni-kemajuan bersama, bisa mencari titik temu dlm perbedaan, dan memenuhi panggilan keterlibatan dlm urusan publik. Orang Athena menyebut mereka yg tak memiliki komitmen dan kecerdasan dlm urusan publik sbg idiotes. Dari sanalah asal kata ”idiot” utk menyebut keterbelakangan mental.

Untuk itu, perlu diciptakan iklim kebebasan berbicara, berkumpul, dan mengembangkan diri. Kebebasan juga memberi ruang toleransi yg memungkinkan berkembangnya kesediaan mengapresiasi pendapat dan karya orang lain.

Corak politik sangat menentukan. Demokrasi prosedural yg berhenti sebatas ritual pemilihan padat modal dgn gonta-ganti peraturan dan desain kelembagaan politik tdk memiliki signifikansi bagi kecerdasan dan kreativitas kewargaan.

Eric Weiner (2016) menengarai, tdk ada korelasi antara era keemasan kenegaraan dan demokrasi. Substansi yg perlu dihadirkan adlh kebebasan kreatif, bukan demokrasi semata. China tdk memiliki demokrasi, tetapi memiliki autokrat tercerahkan yg memberi ruang kreatif bagi warga utk mengembangkan potensi diri dan memenuhi tugas kewargaan.

Demokrasi sejati mestinya mengandung iklim kebebasan lebih luas dan sehat. Dlm demokrasi sungguhan, kota-kota kreatif bersitumbuh menjadi magnet berkumpulnya org-org kreatif, jenius, eksentrik, dan visioner dgn semangat menghormati nalar dan moral publik.

Di kota (negara) spt itu, budaya literasi kuat. Spirit solidaritas dan cinta tanah air jadi kebajikan kewargaan. Pemimpin jadi penuntun. Warga jadi garda republik. 

Oleh: Yudi Latif


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI