Omongan Menag Yaqut Soal Hadiah Kemenag Buat NU Hanya Buat Gaduh

| Selasa, 26 Oktober 2021 | 05.24 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Mengawali tanggapan singkat ini, dibawah ini saya kutipkan link Sejarah Kementerian Agama yang telah tercantum dalam Website resmi dari Kementerian Agama sendiri.


https://kemenag.go.id/artikel/sejarah
Apa yang tertulis di situ, pada hemat saya lebih mendekati kebenaran sejarah dari pembentukan Kementerian Agama Republik Indonesia.

Ucapan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tentang Kemenag bukan "hadiah" kepada umat Islam pada umumnya, tetapi hadiah khusus untuk NU terkesan hanya bikin gaduh saja. Ucapan seperti itu tidak ada manfaatnya bagi kemaslahatan umat Islam dari ormas manapun juga.

Jika kita menggunakan istilah pada zaman Orde Baru dulu, ucapan Menteri Agama itu dapat mengganggu kerukunan internal umat beragama. Padahal, salah satu tugas Kementerian Agama secara substansial adalah menjaga dan memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama itu sendiri.

Bagi saya yang mempelajari Hukum Tata Negara dan sejarah ketatanegaraan RI, keberadaan Kementerian Agama itu bukanlah "hadiah" dari siapapun. Keberadaan Kementerian Agama itu, adalah konsekuensi logis dari negara berdasarkan Pancasila yang kita sepakati bersama.

Pancasila merupakan jalan tengah aspiratif antara negara "berdasarkan Islam" dan negara sekular yang "memisahkan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan", sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Mr. Soepomo dalam sidang BPUPKI. Secara historis, keberadaan Kementerian Agama itu sendiri telah diusulkan oleh Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI.

Sebagai perbandingan, di negara yang menjadikan Islam sebagai agama resmi negara seperti halnya Malaysia, kedudukan Raja (sebutan: “Yang Dipertuan Agung”) adalah Ketua Agama Islam Negeri. Semua urusan keagamaan Islam, dengan demikian ditangani langsung oleh negara.

Sebaliknya, di negara yang secara resmi mendeklarasikan dirinya sebagai’ negara sekuler’ seperti Filipina, negara sama sekali tidak terlibat dalam menangani urusan keagamaan. UUD Republik Filipina tegas menyatakan adanya "separation of church and state". Negara dilarang mengalokasikan anggaran untuk agama apapun di negara tersebut.

Di negara kita (Republik Indonesia), meskipun penduduknya mayoritas Muslim, namun Islam tidak dinyatakan sebagai agama resmi negara seperti halnya di Malaysia. Namun kita pun bukan negara sekular yang memisahkan urusan keagamaan dari negara seperti Filipina. Negara bersikap pro-aktif mendukung terlaksananya ajaran-ajaran agama.

Negara berdasarkan Pancasila menjadikan ajaran-ajaran agama sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam membangun bangsa dan negara. Dengan demikian, negara berkewajiban melayani dan memfasilitasi kepentingan umat beragama dalam melaksanakan tuntunan ajaran agamanya.

Karena itulah saya mengatakan bahwa keberadaan Kementerian Agama bukanlah “hadiah” buat siapa-siapa. Keberadaan Kementerian Agama dengan tugas utama menangani, menyelenggarakan, dan memfasilitasi urusan agama itu adalah konsekuensi logis dari negara berdasarkan Pancasila.

Konsep bernegara seperti itu adalah khas Indonesia yang berurat-berakar dari pengalaman sejarah berabad-abad lamanya. Karena itu, kita tidak perlu mencontoh bangsa lain. Kita punya problema sendiri yang perlu kita pecahkan sendiri, yang kita anggap sesuai dengan karakteristik kita sendiri.

Sebab itu, pertahankan dan kembangkan keberadaan Kementerian Agama sebagai salah satu ciri khas konsep bernegara kita yang berdasarkan Pancasila. Menteri Agama seyogyanya lebih fokus menangani dan memecahkan berbagai problema keagamaan di negara kita.

Omongan soal Kementerian Agama adalah hadiah buat umat Islam seluruhnya atau hadiah khusus bagi NU saja tidak ada gunanya. Omongan seperti itu hanya bikin gaduh, membuang energi dan tidak menguntungkan siapapun. **

Oleh: Yusril Ihza Mahendra

Ketua Umum PBB sekaligus pakar hukum 


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI