Budaya Memperingati Hari Ulang Tahun

| Senin, 27 Desember 2021 | 09.03 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Memperingati hari ulang tahun adalah budaya. Bukan kegiatan keagamaan. Namun budaya manusia itu bisa dibedakan corak dan karakteristiknya. Antara lain corak kebudayaan itu ada yang bernuansa keagamaan, atau di pengaruhi oleh kepercayaan seseorang terhadap ajaran agamanya. 


Contoh budaya yang bercorak atau bernuansa keagamaan itu ialah memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid disebut budaya karena dilaksanakan bukan sebagai perintah Allah dan Rasul-Nya. Melainkan hasil dari pemikiran umatnya yang rindu kepada Beliau, sehingga menggelar kegiatan bersama untuk mengenang kembali masa-masa saat Beliau dilahirkan, saat berjuang mengajarkan ajaran Islam hingga saat Beliau wafat. 

Budaya sejenis bisa kita temukan dalam pemeluk agama lain. Seperti dikalangan pemuluk Kristen. Mereka memperingati Natal untuk mengenang Kelahiran Yesus, atau Nabi Isa alaihissalam. Tradisi ini tidak pernah dilakukan pada masa hidup Nabi Isa alaihissalam. Entah kapan pertama kali budaya Natal ini diperingati, namun yang pasti bukan semasa hidup Nabi Isa.

Tradisi memperingati hari lahir juga ada yang tidak bercorak keagamaan. Misalnya seseorang memperingati hari kelahirannya lalu mengajak sahabat dan koleganya bersama-sama untuk menikmati makanan dan atau minuman (pesta) pada kegiatan itu. Ini juga budaya. Hanya saja tidak bernuansa keagamaan.

Pro-Kontra Ucapan Selamat Natal.

Jika pemahaman anda dalam memahami natal itu sebagai budaya, dan bukan sebagai kegiatan keagamaan sekalipun bercorak keagamaan, maka tidak ada salahnya jika anda mau menyampaikan ucapan selamat natal. Namun jika anda memahami  bahwa natal itu kegiatan agama, dan bukan kegiatan budaya, tentu hak anda untuk tidak ikut memikirkan dan apalagi terlibat. Dan sikap anda untuk tidak telibat atau terlibat dalam perayaan Natal sepenuhnya hak milik anda seorang. Demikian halnya orang lain, adalah hak miliknya untuk terlibat atau tidak dalam kegiatan natal itu. Karena bisa jadi mereka hanya memahaminya sebagai budaya dan tidak memahaminya sebagai kegiatan keagamaan.

Pengikut agama Kristen, sebenarnya juga tidak tahu kapan Nabi Isa atau yang mereka sebut Yesus itu lahir. Tidak ada refrensi atau rujukan pasti yang dapat dipedomani soal hari dan tanggal kelahiran Nabi Isa alaihissalam atau Yesus itu. Tanggal 25 Desember, yang selalu jadi hari perayaan Natal itu, dugaan-dugaan saja. Jadi itu murni budaya saja, yang jika anda kaji lebih mendalam memiliki nuansa politik keagamaan dibalik asal-usul pelaksanaannya. Yakni dalam rangka menyemangati semangat Pasukan Templaar penjaga Yerussalem saat mereka kewalahan dalam menghadapi pasukan Salahuddin Al-Ayyubi dalam perang salib. Mereka terobsesi dengan Salahuddin Al-Ayyubi yang menggelar Perayaan Maulid dalam rangka menyemangati pasukannya, juga dalam perang salib itu.

Jadi, budaya Natal maupun Budaya Maulid ini keduanya memiliki nuansa keagamaan, yang berkelindang dengan perang salib. Itulah sisi sejarahnya, sekalipun sebenarnya tidak banyak yang paham juga sejarah itu, karena sudah ratusan tahun yang lampau.

Budaya atau tradisi keagamaan itu, tentu saja baik bagi pemeluk masing-masing agama. Dan karena itu kita perlu saling menghormati satu sama lain agar hal baik itu tidak mendatangkan hal buruk bagi kita semua.

Tidak ada paksaan kepada siapa pun, untuk mengatakan selamat natal atau tidak mengatakan. Dan jika anda memahami tradisi itu sebagai budaya saja, maka itu sama sekali tidak merusak iman anda. Sebaliknya sekalipun itu hanya budaya, namun anda mempersepsinya salah sebagai kegiatan keagamaan, dan membenarkannya secara iman, justru itu yang keliru.

Tempatkan budaya sebagaimana mestinya bahwa ia hanya produk manusia.

Oleh: Hasanuddin


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI