Bernasindonesia.com - Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar menyoroti kontroversi kebijakan pemerintah tentang tata kelola pencabutan dan pemulihan izin usaha pertambangan (IUP). Menurut dia, kebijakan tersebut tidak tapat karena patut diduga ada motif elit-elit tertentu yang menjadikan korporasi sebagai sapi perah.
“Jangan-jangan motif awalnya tidak dalam kerangka investasi dalam negeri tapi justru dipakai untuk menjadikan ini sebagai sapi perah oleh elit-elit tertentu yang sedang berkuasa,” ujar Melky saat podcast di kanal YouTube “Berisik” dengan host HMU Kurniadi, Rabu (13/4/2024).
Hal tersebut didasarkan Melky pada momentum Pilpres yang berlangsung pada Februari 2024 lalu. Dia menduga pencabutan yang dinahkodai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia tersebut untuk menghimpun logistik yang dipergunakan untuk Pilpres.
“Jangan-jangan ini bagian dari kenario untuk menghimpun kekuatan logistik. Salah satu cara yang dipakai adalah dengan pura-pura tadi mencabut (IUP),” katanya.
Melky sendiri setuju tata kelola pencabutan dan pemulihan izin usaha pertambangan (IUP) ini diberlakukan. Hanya saja, kata dia,
skema atau model penertiban mestinya tidak hanya berfokus yang sifatnya administratif.
“Misalnya perusahaan tidak menyetor RKAB kemudian lahannya ditelantarkan dalam artian tidak ada aktivitas di lapangan,” tambah dia.
Mestinya kebijakan tersebut diperluas. Sebab, hal itu menyangkut kejahatan korporasi, yang sudah tidak mematuhi peraturan perindang-undangan.
“Kalau misalnya mau serius mestinya lebih diperluas menyasar pada aspek kejahatannya korporasi terhadap lingkungan, kemanusiaan dan lain sebagainya,” pungkasnya. https://youtu.be/D77auu2dNv4?si=da8seo1F2FF3u5nj