Mungkinkah Serangan Teror Moscow Bergeser ke Indonesia?

| Sabtu, 30 Maret 2024 | 16.16 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Setelah hari Jum'at yang lalu terjadi peristiwa serangan teroris di Balai Kota Crocus Moskow yang menewaskan lebih dari 130 orang, kemudian timbul beberapa pertanyaan yang masuk mengenai kemungkinan serangan teror yang sama terjadi di wilayah Indonesia. Apalagi hari ini juga cukup heboh di media terkait penemuan berbagai jenis senjata dan amunisi ilegal yang diungkap Polda Jabar. Hal ini tentu mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat dan berharap ada pengembangan penyelidikan yang lebih jauh untuk mengetahui motif dan jaringannya.


Kembali ke soal teror Moskow ada beberapa hal yang dicermati, dengan pendekatan teori Relasi Kausalitas dan Terrorism Construction Design Architecture, sebagai berikut :

1. Serangan teror pada dasarnya bentuk perlawanan asimetris terhadap pihak yang dianggap 'lawan'. Jadi ketika Rusia diserang teror, maka PELAKUNYA baik langsung atau tidak langsung adalah pihak yang saat ini merasa tidak berdaya menghadapi Rusia. Siapa ...? Kita pasti sudah bisa menebaknya, hanya tinggal mengumpulkan alat bukti untuk mendukung sangkaan tersebut.

2. Pihak yang merasa tidak berdaya dengan sikap dan kebijakan politik luar negeri Rusia, boleh jadi bukan hanya dirasakan oleh satu negara saja sehingga dimungkinkan para pihak untuk berkolaborasi menyusun rencana pemufakatan jahat. Namanya pemufakatan jahat, pasti sifatnya RAHASIA dan harus menyiapkan berbagai alibi untuk membantahnya jika ketahuan.

3. Pelaku kejahatan/ penyerangan tidak harus dari pihak yang langsung membenci Rusia, tetapi bisa menggunakan proxy dari kelompok manapun yang kira - kira bisa 'dibeli' atau 'dibohongi' dengan doktrin dan nilai tukar tertentu.

4. Pihak yang 'dibeli' bisa menyadari atau tidak menyadari bahwa dirinya sedang dibeli. Atau ada hubungan mutualisma yang membutuhkan biaya operasional untuk menggerakkan roda organisasinya.

5. Pihak PEMBELI dan PENJUAL tidak harus bertransaksi secara langsung dan tunai, tergantung kesepakatan dan aturan yang disepakati para pihak. Itulah sebabnya, para perantara alias makelar tumbuh subur meskipun sifatnya RAHASIA, sehingga jaringan yang dibangun sistem sel terputus.

6. Ada pesan strategis yang ingin disampaikan atas aksi teror tersebut. Jadi bukan soal menyerangnya saja, tetapi lebih dari itu bahwa pihak lawan bisa menghancurkan jantung musuh dan sekaligus merusak reputasi dan ketakutan masif  internal warganya.

7. Kenapa orang Tajikistan? Kenapa mereka harus terbang lewat Turki? Ini namanya strategi SATU PUKULAN, BANYAK KEUNTUNGAN. Artinya mereka berharap dengan kejadian tersebut, hubungan Rusia - Turki menjadi renggang, atau setidaknya tumbuh bibit kecurigaan Rusia terhadap Turki. Begitupun ketika pelakunya dipilih dari orang - orang yang mengaku beragama Islam, karena pihak LAWAN tidak menghendaki adanya harmoni dan kedekatan Rusia dengan umat Islam. Inilah pesan strategis dari otak pelaku penyerangan Moskow.

Kemudian dari analisis di atas, apakah ada kemungkinan teror yang sama dilakukan di Indonesia ?

Jika mengikuti Pola Alasan (Reason Pattern) dari pemodelan analisisnya, maka bisa diduga dan dimungkinkan hal yang sama akan dilakukan di Indonesia jika aparat dan masyarakatnya lengah dan tidak waspada. Alasannya :

1. Indonesia saat ini baru saja menyelesaikan pemungutan suara Pemilu dan masih tumbuh bibit 'ketidakpercayaan' terhadap penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan berintegritas, sehingga bisa menjadi 'objek' yang bisa 'digarap' dalam proyek khusus. Di saat yang sama, sebentar lagi memasuki besar keagamaan yaitu hari raya Iedul Fitri yang bisa dipandang sebagai 'interesting event'.

2. Posisi masyarakat Indonesia pada umumnya dalam percaturan politik dunia sudah sangat jelas, yaitu mendukung Palestina dalam konflik dengan Israel, dan mendukung Rusia dalam konflik dengan Ukraina. Meskipun tentu tidak semua masyarakat memiliki pandangan seperti itu.

3. Posisi strategis Indonesia dalam setiap percaturan politik global, maupun secara geografis dan demografis.

4. Kedekatan psikologis masyarakat Indonesia terhadap Rusia dalam menentang hegemoni Barat.

5. Barat merasa 'kurang nyaman' dengan kedekatan Indonesia dengan negara China.

6. Kemungkinan non state actor dari luar akan masuk, dan bekerjasama dengan aktor lokal. TETAPI pembiayaan operasional dimungkinkan dari luar.

7. Skenario operasional ada beberapa kemungkinan, tetapi maaf TIDAK DITULIS  dalam analisis saat ini. Aktor dari negara mana yang berpotensi, modus, alibi yang dibangun, event, pembiayaan crypto, dan lain - lain bisa dipaparkan dalam event khusus jika dibutuhkan.

Terimakasih.
Semoga bermanfaat untuk bangsa dan negara. Jangan lupa tingkatkan kewaspadaan bersama demi Indonesia yang damai.

Oleh: Dede Farhan Aulawi
(Pemerhati Hankam)

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI