UU KIA Harus Disosialisasikan Secara Masif

| Senin, 10 Juni 2024 | 10.24 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA) telah disahkan menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024. Kehadiran UU KIA ini sangat penting terutama dalam upaya bangsa ini menurunkan angka stunting dan menghadirkan perlindungan yang lebih komprehensif kepada ibu dan anak. Oleh karena itu, harus disosialiasikan masif kepada semua lapisan masyarakat terutama pekerja dan pengusaha.


Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menyampaikan apresiasi dan rasa syukurnya atas pengesahan RUU KIA menjadi UU.  Kehadiran UU KIA ini sangat penting bagi Indonesia yang hingga saat ini masih memiliki tantangan besar menurunkan angka stunting dan angka kematian ibu dan anak serta isu-isu pemenuhan hak ibu dan anak lainnya.

Berbagai aturan dan ketentuan dalam UU KIA misalnya setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, diyakini menjadi daya dorong yang efektif menciptakan kondisi yang menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak dalam keluarga yang bersifat fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual.

“Banyaknya terobosan yang terkandung dalam UU KIA ini hanya bisa berdampak besar jika aturan dan ketentuan di dalamnya terimplementasikan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, sosialisasi masif UU KIA kepada berbagai lapisan masyarakat terkhusus kepada para ibu dan juga para pengusaha atau pemberi kerja menjadi sangat penting. Ini karena, salah satu terobosan penting dari UU KIA ini adalah setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit enam bulan dan tetap mendapatkan haknya atau upah yang wajib ditaati pemberi kerja,” ujar Fahira Idris.

Senator Jakarta ini mengungkapkan, beberapa aturan dan ketentuan penting yang sangat perlu disosialisasikan secara masif adalah terkait perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan. Ketentuan bahwa setiap ibu yang bekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam bukan hanya wajib ditaati tetapi juga harus diawasi implementasinya.

Selain itu, penetapan kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja juga penting dipahami pengusaha dan pekerja. Termasuk aturan hak suami mendapatkan cuti 2 hari untuk mendampingi istri yang mengalami keguguran.

“Paradigma UU KIA ini adalah kesejahteraan ibu dan anak harus dipandang sebagai satu paket atau satu tarikan nafas yang tidak terpisahkan. Kesejahteraan ibu dan anak hanya bisa hadir jika didukung oleh keluarga terutama ayah dan lingkungan salah satunya tempat bekerja. Itulah kenapa ketentuan cuti ini baik bagi ibu dan ayah ini harus terimplementasi dengan baik,” pungkas Fahira Idris yang juga aktivis perempuan dan perlindungan anak ini.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI