Bernasindonesia.com - Konflik Israel-Palestina terus memanas. Konflik ini merupakan rangkaian panjang konfrontasi antara Israel dan Palestina. Sebagian besar negara dunia, termasuk Indonesia, terus mendorong solusi dua negara (two-state solution), yakni keberadaan Palestina sebagai negara berdaulat yang berdampingan dengan Israel.
Secara sederhana, solusi dua negara adalah gagasan pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel akan mengakhiri krisis ini. Akan ada dua negara bagian di antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania.
Meskipun solusi dua negara sulit diwujudkan, itu mungkin tetap menjadi satu-satunya opsi yang bisa diterima secara politik. Solusi yang paling adil dan rasional adalah pengakuan penuh atas hak rakyat Palestina, termasuk hak menentukan nasib sendiri. Namun, pilihan ini sering kali diabaikan demi mempertahankan kepentingan geopolitik negara-negara besar, yang lebih mengutamakan kekuatan dan dominasi daripada keadilan dan perdamaian yang sejati (Noam Chomsky, 2021).
Indonesia telah berperan memperjuangkan kepentingan Palestina di berbagai forum internasional. Di Forum PBB (PBB), Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri secara konsisten menyuarakan dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina di sidang-sidang Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB. Indonesia juga mendukung berbagai resolusi yang mendesak penghentian pendudukan Israel di Palestina.
Melalui Organisasi Kerja sama Islam (OKI), Indonesia merupakan salah satu negara yang diberi mandat oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memulai tindakan atas nama OKI dan Liga Arab, guna menghentikan perang di Gaza.
Di forum Gerakan Non-Blok (GNB), Indonesia mendorong negara-negara GNB memanfaatkan pengaruhnya dengan mengajak semakin banyak negara yang belum mengakui kedaulatan Negara Palestina untuk segera mengakuinya. Memperjuangkan implementasi efektif dari resolusi Majelis Umum PBB Nomor ES-10/24 yang menuntut Israel mengakhiri keberadaannya yang tidak sah di wilayah Palestina yang didudukinya.
Dari semua negara-negara anggota GNB, hanya Palestina yang belum meraih kemerdekaannya.
Di level regional, meski ASEAN tidak memiliki kebijakan tunggal terhadap Palestina, Retno Marsudi berhasil menyuarakan dukungan Indonesia untuk Palestina di berbagai forum ASEAN dan mendesak negara-negara anggota untuk ikut mendukung hak-hak Palestina di forum internasional.
Dalam konteks diplomasi multilateral dan bilateral, Indonesia aktif melakukan diplomasi dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara Timur Tengah, untuk terus mendesak solusi damai bagi konflik Palestina-Israel berdasarkan solusi dua negara.
Sayangnya, Presiden Jokowi belum menggenapkan diplomasi internasional itu. Setidaknya dalam 2 periode masa jabatannya, Jokowi tidak pernah memanfaatkan posisinya untuk menyampaikan secara langsung sikap Indonesia di forum Majelis Umum PBB. Jokowi selalu absen. Padahal pemimpin-pemimpin besar pernah pidato di Majelis Umum PBB ini. Sebut saja Soekarno, Fidel Castro, Nelson Mandela, Yasser Arafat dan lainnya.
Jokowi tercatat hanya 1 kali hadir dalam pertemuan secara virtual pada 2020 karena pandemi Covid-19. Selebihnya forum ‘muktamar ‘ internasional itu posisi Indonesia diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, atau Menlu Retno Marsudi.
Padahal, pidato dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memiliki makna penting bagi memperkuat citra positif negaranya di mata dunia. Dalam pidato di forum tersebut, Indonesia dapat menyampaikan posisi dan kebijakan nasional terkait isu-isu global, misal, isu kemerdekaan Palestina, perubahan iklim atau penghapusan senjata nuklir dan lain-lain.
Pidato di PBB tepat untuk menunjukkan komitmen terhadap multilateralisme, perdamaian, dan solusi bersama terhadap tantangan global. Kesempatan negara untuk mempengaruhi kebijakan PBB dan proses pengambilan keputusan mengenai isu-isu yang menyangkut kepentingan seluruh dunia.
Forum ini dapat meningkatkan reputasi negara dalam hal komitmen terhadap hukum internasional, hak asasi manusia, atau diplomasi damai.
Secara keseluruhan, pidato presiden di Majelis Umum PBB mencerminkan posisi diplomatik negaranya dan memainkan peran penting dalam mempengaruhi kebijakan serta keputusan internasional, sekaligus memperkuat kerja sama global.
Eksistensi Indonesia di tingkat global tampak pada terpilihnya kembali Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2024-2026. Melalui Dewan HAM Indonesia dapat memainkan peran penting dalam menyikapi situasi HAM berbagai negara, termasuk Palestina. Indonesia dapat mendorong pakar-pakar HAM di Indonesia menjadi pelapor khusus di Dewan HAM PBB. Agar Indonesia bisa berperan lebih jauh dalam mengatasi problem kemanusiaan di tingkat global. Mekanisme yang kedua ada adalah komisi penyelidik ad hoc atas peristiwa-peristiwa khusus. Melalui mekanisme ini Indonesia dapat menyerukan penyelidikan independen atas tindakan-tindakan yang dianggap melanggar hak-hak rakyat Palestina.
Selain fokus pada HAM, Indonesia dapat mendorong bantuan kemanusiaan yang lebih besar bagi rakyat Palestina, terutama bagi mereka yang tinggal di Gaza dan wilayah-wilayah yang terdampak oleh konflik. Indonesia juga bisa memperjuangkan akses yang lebih luas bagi organisasi kemanusiaan memberikan bantuan.
Optimalisasi peran Indonesia dalam mengadvokasi Palestina dapat dilakukan dengan meratifikasi sejumlah perjanjian hukum (konvensi) PBB. Pertama, meratifikasi Konvensi Apartheid. Ratifikasi konvensi ini juga memungkinkan Indonesia mendesak lebih keras melalui Dewan HAM PBB dan badan internasional lainnya termasuk mendorong penyelidikan independen.
Kedua, meratifikasi Konvensi Genosida. Dengan meratifikasi Konvensi Genosida, maka sebagaimana Afsel, Indonesia dapat meminta pertanggungjawaban para pelaku genosida melalui Mahkamah Keadilan Internasional/ICJ. Jika ada bukti pelanggaran berat terhadap rakyat Palestina yang memenuhi kriteria genosida,
Ketiga, meratifikasi Statuta Roma. Dengan meratifikasi Statuta Roma akan memungkinkan Indonesia menuntut kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di wilayah Palestina. Palestina telah meratifikasi Statuta Roma dan menjadi negara anggota ICC (International Criminal Court/Mahkamah Pidana Internasional) sejak 2015. Melalui ratifikasi ini Indonesia dapat berperan dalam mendukung proses-proses hukum yang bertujuan menegakkan keadilan bagi korban di Palestina dan mendesak tindakan lebih konkret dari komunitas internasional.
Keempat, Konvensi Pengungsi. Dengan meratifikasi Konvensi Pengungsi, akan memperkuat legitimasi Indonesia dalam memperjuangkan solusi yang adil dan manusiawi bagi pengungsi Palestina di forum internasional.
Dengan ratifikasi konvensi-konvensi tersebut akan memberikan Indonesia instrumen hukum dan moral yang lebih kuat dalam memperjuangkan hak-hak Palestina, baik melalui diplomasi multilateral, penyelidikan internasional, maupun penegakan hukum internasional terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Pilihan sesungguhnya yang dihadapi dunia adalah antara mendukung hak asasi manusia dan keadilan untuk semua orang di kawasan, termasuk rakyat Palestina, atau mempertahankan status quo yang memungkinkan pelanggaran terus berlanjut. Retorika perdamaian yang sering digunakan para pemimpin politik (sekutu Israel) tidak sejalan dengan tindakan mereka yang terus mendukung kebijakan yang tidak adil dan eksploitatif (Noam Chomsky, 2021).
Di sisi lain, kritik terhadap Israel atau Zionisme sering kali disamakan dengan anti-Semitisme. Padahal itu sesuatu yang berbeda. Zionisme adalah sebuah gerakan politik yang tidak selalu mewakili seluruh komunitas Yahudi, sementara anti-Semitisme adalah kebencian terhadap orang Yahudi berdasarkan identitas rasial atau agama (R. Garaudy, 2000).
Ada potensi sejarah berulang, akibat Israel keras kepala dan mengulang kesalahan tanpa penyesalan. Nabi Musa yang telah membebaskan Bani Israel dari kekejaman Fir’aun pun pernah nelangsa. Hingga akhirnya Musa memohon kepada Allah untuk berlepas diri dari mereka. Musa berkata: “Ya Robbi, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku, sebab itu pisahkanlah antara kami dan orang-orang yang fasik itu," QS Al Maidah [5], 25. Pada waktunya Palestina akan menjadi nisan bagi zionis, bagai Qarun yang dibenamkan ke tanah karena ketamakannya. Demikianlah kitab suci mengisahkan para pelaku pengrusakan di muka bumi.
Oleh: Edwin Partogi Pasaribu